#Maros
LBH Salewangang: Pengurangan Anggaran Sama Saja Mengurangi Kualitas Pilkada
MAROS, GOSULSEL.COM — Pilkada merupakan mekanisme demokratis yang mempercayakan langsung masyarakat memilih dan menentukan pemimpinnya dalam satu Daerah lima tahun kedepan. Terhitung mulai Tahun 2005 sejak ditetapkannya Pemilihan Langsung Kepala Daerah melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Oktober 2019 adalah awal perjalanan desentralisasi melalui pemilihan Kepala Daerah. Babak baru desentralisasi di Maros telah melewati tahapan penyusunan anggaran untuk pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah Maros dinyatakan rampung sejak penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) pada bulan November 2019.
Sebanyak Rp31,1 miliar anggaran dialokasikan untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU Maros) Sementara Anggaran Pengawasan dianggarkan sebesar Rp11, 4 miliar, Lebih sedikit dari jumlah yang diusulkan oleh Bawaslu Maros.
Gelontoran dana kurang lebih Rp42 miliar anggaran pilkada yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) merupakan suatu proses politik yang akan menentukan kualitas pemilukada di tahun ini, diharapkan dari pengalokasian anggran tersebut dapat menciptakan kepemimpinan yang lebih baik lima tahun kedepan.
Selain partisipasi publik yang menyeluruh, kualitas Pilkada juga bergantung program yang dicanangkan KPU dan Bawaslu, Yang masing-masing instrumen tersebut bergantung pada besaran anggaran yang dikucurkan Pemerintah Daerah. Akan tetapi, dengan adanya pengurangan anggaran yang diusulkan KPU dan Bawaslu secara tidak langsusng Pemda Maros telah menguruangi kualitas demokrasi Pilkada di tahun ini.
Selain pengurangan anggaran, penyaluran dana hibah pilkada juga tak semulus jalan-jalan beton yang ada di maros. Sudah hal yang wajar pencairan dana hibah Pilkada menjadi diskusi yang hampir mengisi seluruh laman dan pemberitaan media-media online akhir-akhir ini di maros.
Menanggapi hal itu, Direktur LBH Salewangang Alfian Palaguna, mengatakan bahwa ketua KPU Maros Syamsu Rizal Memaparkan bahwa KPU tidak memiliki masalah terkait pencairan anggaran Hibah Daerah.
Berbeda halnya dengan Bawaslu Maros yang sampai hari ini tidak menemukan kejelasan terkait pencairan Hibah Daerah padahal persiapan dan tahapan pilkada tengah berjalan dan hanya hitungan bulan pemilihan akan segera dilaksanakan. Hal tersebut jelas akan menghambat Kualitas demokrasi dan kinerja Bawaslu dalam hal pencegahan, pengawasan dan penindakan.
Di tengah banyaknya tantangan dalam proses Demokrasi seperti maraknya praktek Money Politic, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), hingga tantangan geopolitik. Sudah selayaknya Bawaslu sebagai Instrumen hukum dalam kontestasi pemilukada mendapatkan perhatian lebih dari aspek pendanaan.
“Tidak hanya menyangkut kualitas demokrasi, terhambatnya pencairan hibah juga berefek terhadap menurunnya produktifitas dan kinerja teman-teman yang ada di Bawaslu. Menurut Ketua Bawaslu Maros, sudah tiga bulan terakhir honorarium petugas Panwascam belum terbayarkan, yang lebih memprihatinkan selama ini petugas Panwascam dimana menggunakan dana pribadinya untuk menjalankan tugas oprasional di lapangan,” kata Alfian.
Kondisi ini menandakan adanya kealfaan Pemda Maros (TIM Anggaran Pemerintah Daerah) dari tanggungjawabnya sebagai satu elemen penting dalam menunjang kualitas Pilkada di kabupaten Maros.
“Sudah kewajiban seorang Bupati memperlihatkan komitemen dan konsistensinya dalam membangun Kabupaten Maros di akhir periodenya,” katanya.
Diakhir masa pengabdiannya Bupati Maros semestinya memperlihatkan sikap seorang negarawan, amanah terhadap perintah Peraturan Perundang-Undangan (Permendagri No 54 Tahun 2019) yang mengatur tentang teknis pendanaan pemilihan kepala daerah agar tidak ada lagi kendala dalam hal penyaluran pendanaan pilkada.
“Sebab terhambatnya hibah daerah sama halnya menghambat program pembangunan Nasional dan menghambat Kualitas Pilkada yang akan menentukan nasib masyarakat Maros lima tahun ke depan,” tutupnya.(*)