#

Tidak Terima Dipecat oleh Kampus, Mahasiswa UMMA Siap Tempuh Jalur Hukum

Rabu, 03 Juni 2020 | 13:48 Wita - Editor: Dilla Bahar - Reporter: Muhammad Yusuf - GoSulsel.com

MAROS, GOSULSEL.COM – Imbas dari aksi demonstrasi menuntut dialog akademik dan transparansi penggunaan anggaran kampus yang dilakukan mahasiswa Universitas Muslim Maros (UMMA) pada 17 Maret 2020 lalu, berujung pada pemecatan puluhan pimpinan organisasi dan pejabat organisasi internal kampus.

Hal itu ditekan lewat Surat Keputusan (SK) yang diterbitkan oleh masing-masing Dekan fakultas Nomor: 19/SK/S1/FEB-UMMA/III/2020, (SK) Nomor: 07/SK/FAPERTAHUT-UMMA/III/2020 Dan (SK) Nomor: 012/SK/FKIP-UMMA/III/2020.

pt-vale-indonesia

Salah satu mahasiswa yang namanya ada dalam SK Dekan tersebut yakni Lukman, mengatakan bahwa ia bersama dengan puluhan mahasiswa yang ikut dipecat sepihak oleh kampus merasa tidak terima. Olehnya, ia akan menempuh jalur hukum.

“Ini merupakan bentuk kesewenang-wenangan kampus terhadap mahasiswa. Apa yang kami tuntut ialah merupakan hak kami dan itu sudah sewajarnya. Kampus juga tidak memiliki dasar hukum yang jelas tentang penerbitan SK pemecatan tersebut,” ujarnya.

Lanjut Lukman, ia bersama rekan-rekannya tengah menyiapkan segala sesuatunya untuk membawa persoalan ini ke ranah hukum,”kami akan adukan hal ini ke Ombudsman dan PTUN,” bebernya.

Senada hal itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Salewangang Maros Alfian, menuturkan bahwa apa yang menjadi kebijakan kampus ini sudah memenuhi syarat untuk digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Ini merupakan praktik maladministrasi yang dilakukan kampus. Apalagi keputusan ini tidak memiliki dasar hukum yang jelas,” katanya.

Meskipun ada peraturan rektor mengenai larangan aksi demonstrasi, menurut Alfian, hal itu tetap saja cacat secara hukum lantaran ada undang-undang dasar (UUD) yang posisinya lebih tinggi ketimbang keputusan rektor yakni UUD nomor 9 tahun 1998, tentang kebebasan berekspresi.

“Jelas ini cacat secara yuridis. Keputusan rektor tidak boleh melabrak UUD,” katanya.

Iapun mengaku siap mengawal gugatan mahasiswa jika persoalan ini harus dibawa ke pengadilan,”kami siap kawal teman-teman mahasiswa. Saya sangat yakin bahwa ketika kasus ini sampai kepengadilan maka akan banyak lembaga hukum yang akan terlibat nantinya,” tutupnya.

Sementara itu, wakil rektor (WR) I UMMA Nurjaya, menuturkan bahwa keputusan yang diambil oleh pihak kampus sudah sesuai dengan prosedur yang ada. Langkah itu merupakan bentuk pembinaan yang dilakukan kampus.

“kami tidak mengerti dialog seperti apa yang diinginkan mahasiswa. Tapi, sudah kita layani sesuai keinginannya. Mereka sebetulnya dinonaktifkan di kepengurusan, didisiplinkan, bukan dipecat sebagai mahasiswa,” katanya.

Saat aksi, lanjut Nurjaya, tindakan yang dilakukan mahasiswa sudah menyentuh ranah hukum lantaran melakukan tindakan premanisme seperti membawa cairan berbahaya kedalam kampus, menyegel kampus, mengintimidasi dosen dan mahasiswa.

“Selaku mahasiswa semestinya memperhatikan etika, tidak melakukan tindakan layaknya preman. Seharusnya mereka discorsing karena prilaku itu, mahasiswa tidak punya hak menyegel kampus sebab itu ranah penegak hukum. Namun kita tidak lakukan itu karena kita ingin membina mahasiswa kami,” tutupnya.(*)


BACA JUGA