Peluang Bisnis Pertanian di Saat Pandemi
JAKARTA, GOSULSEL.COM — Kementerian Pertanian (Kementan) terus berusaha membantu para petani agar bisa dengan mudah memahami pengetahuan tentang pertanian. Literasi pertanian merupakan hal penting bagi kesejahteraan dan kualitas hidup petani. Literasi menjadi kata kunci. Segala jenis teknologi pertanian, varietas tanaman, budi daya bibit unggul bisa dipelajari dan diciptakan dengan membaca.
“Kementerian Pertanian menjadi pembina agar para petani tersebut bisa bertransformasi dari petani tradisional menjadi petani modern yang melek informasi,” terang Komarudin, M.Sc., Kepala Bagian Pengelolaan Informasi Publik Kementerian Pertanian pada acara bedah buku yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian pada Biro Hubungan Masyarakat dan Informasi Publik.
Dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, acara bedah buku dilaksanakan dalam bentuk hybrid yaitu diselenggarakan secara offline dan online melalui webinar. Acara digelar di HOT (Host of Tani) bertempat di Gedung Pusat Agribisnis Indonesia (PIA) lantai 1 Kantor Pusat Kementan pada 7 Juli 2020.
Acara yang bertemakan “Bisnis Pertanian di Era Digital” ini membahas kiat mengelola usaha dan investasi pertanian yang aman, mudah, dan menguntungkan.
Saat membuka acara, Komarudin menjelaskan “Pemerintah dalam hal ini Kementan berusaha terus mendorong petani muda untuk terjun ke bisnis pertanian terutama di era digital seperti sekarang ini.
“Bisnis digital lebih cepat dalam mengakses dan menggaet pasar secara lebih luas” ujar Komarudin. “Bisnis pertanian juga akan berhasil jika terus mengikuti perkembangan zaman” tambahnya.
Ia juga mengungkapkan, agribisnis tetap dibutuhkan dalam situasi apapun.
“Dalam kondisi pandemi seperti sekarang, bisnis ini tetap bisa tumbuh karena bagaimana kita tetap butuh makan,” ujarnya.
“Sampai saat ini efek pandemi masil minimal di sektor agribisnis,” lanjutnya.
Hadir sebagai pembicara, Jim Oklahoma, penulis buku “Bisnis Pertanian di Era Digital” sekaligus Co-Founder IGrow, sebuah platform yang membantu mitra petani/borrower/penerima pinjaman, lahan yang belum optimal diberdayakan, dan para lender/pemberi pinjaman untuk menghasilkan produk pertanian berkualitas tinggi.
Dalam kesempatan tersebut Jim menyampaikan tiga permasalah petani di Indonesia. Pertama, minimnya akses pasar secara langsung menjadi salah satu kendala para petani. Petani kesulitan mendapatkan akses untuk menjual langsung hasil panennya. Sering terjadi, petani kebingungan mencari pasar yang cocok saat panen melimpah sehingga sering kali hasil penjualan tidak maksimal saat panen.
Kedua, minimnya skill petani. Cara bertani tidak ada peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Perkembangan skill petani masih stagnan. Petani di daerah masih menggunakan alat dan cara tradisional dalam mengolah lahannya.
Ketiga, kurangnya akses finansial bagi petani. Petani sering kesulitan dalam mengajukan pinjaman di bank karena tidak memiliki jaminan untuk mengajukan pinjaman modal usaha di bank.
IGrow mencoba menggabungkan tiga hal tersebut, yaitu pangsa pasar, skill, dan finansial. “Petani diajak masuk ke platform. Skill petani ditingkatkan, pasar dicarikan seperti apa, dan dalam segi keuangan atau finansial lebih mudah mendapatkan bantuan modal,” lanjut Jim.
Lebih lanjut ia menyampaikan, 29% dari seluruh tenaga kerja di Indonesia adalah petani. Jika dihitung sekitar 35 juta tenaga kerja adalah petani, tetapi 85% petani tidak punya akses ke bidang finansial.
“Petani tidak punya pilihan investasi di sektor riil berupa pertanian. IGrow memfasilitasi hal tersebut,” ujar Jim. Setiap petani dijamin akan mendapatkan market pasar, risiko besar di bidang pertanian selama ini adalah hasil panen yang tidak terserap pun dapat diatasi.
Dengan platform ini mereka tidak perlu khawatir. Petani yang bergabung pun diajarkan mengolah finansial. “Mereka diajarkan untuk membuat pembukuan atau project budgeting,” ujar Jim.
Selain petani, masyarakat umum punya kesempatan yang sama untuk bisa mendanai atau berinvestasi di sektor pertanian. Tujuannya masyarakat tahu bahwa bertani tidak sulit.
“Dengan memanfaatkan teknologi, masyarakat bisa mudah berinvestasi seperti layaknya main game atau belanja di e-commerce,” pungkasnya.(*)