Aksi nelayan di tengah laut saat mendesak PT Boskalis untuk menyetop aktivitas tambang pasir

Dugaan Kejahatan Bisnis Tambang Pasir Laut, ASP: NA Bisa Terseret Tindak Pidana Korupsi

Senin, 05 Oktober 2020 | 13:16 Wita - Editor: Andi Nita Purnama - Reporter: Agung Eka - Gosulsel.com

MAKASSAR, GOSULSEL.COM — Konflik dan masalah tambang pasir laut di perairan Galesong Utara ternyata tidak hanya terkait persoalan lingkungan dan hak sosial ekonomi masyarakat. Kini, persoalan tambang pair laut juga telah mengarah ke ranah hukum, dimana terdapat dugaan tindak pidana korupsi dan monopoli usaha. 

Salah satu koalisi masyarakat sipil yang terus mendampingi dan memperjuangkan hak-hak nelayan di Pulau Kodingareng yakni Aliansi Selamatkan Pesisir juga tidak mempersoalkan kalau dalam perjalanan advokasi ASP. Terdapat Koalisi lain yang menemukan dugaan tindak pidana korupsi pada proyek tambang pasir laut. 

Hal itu disampaikan Kordinator Aliansi Selamatkan Pesisir, Ahmad. Ia menilai bahwa proyek yang telah mengorbankan dan menimbulkan kerugian pada ribuan nelayan di Pulau Kodingareng bisa saja menyeret Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah (NA) ke ranah hukum terkait pidana korupsi. 

Karena, lanjut Ahmad, fakta mengenai adanya dugaan kejahatan bisnis dan juga praktek gratifikasi sebagai balas jasa politik sudah terlihat. Ini terbukti dengan adanya dokumen-dokumen perusahaan yang diekspos oleh Koalisi Selamatkan Laut Indonesia.

“Informasi, data dan fakta-fakta terkait dugaan kejahatan bisnis dan pidana korupsi sudah banyak beredar di media, waktunya KPK atau penegak hukum lainnya menyelidiki dugaan tersebut,” kata Ahmad melalui rilisnya. 

Lanjut dari pada itu, Ahmad mengatakan bahwa pihaknya sementara melakukan penguatan di level anggota aliansi untuk kembali mendesak Gubernur menghentikan aktivitas tambang pasir laut. Kemudian mencabut izin-izin tambang pasir laut terkhusus perusahaan yang diduga miliknya atau anaknya melalui mantan tim suksesnya. 

“Dengan izin yang diterbitkan Gubernur, Nurdin Abdullah telah menghilangkan hak nelayan atas ruang tangkap, memiskinakan ribuan keluarga nelayan. Kemudian, Nudin Abdullah tidak mau berdialog dengan nelayan dan perempuan. Inilah wajah asli dari Gubernur Sulsel. Sehingga sekarang kami harus berbuat lebih dari saat ini untuk mendesak pencabutan izin tersebut,” sambungnya.

Sementara itu, menurut Kepala Unit Aksi WALHI Sulsel, Nur Ikhsan, dugaan praktek gratifikasi dan kejahatan bisnis ini bisa saja mengarah ke Gubernur maupun ke anaknya. Indikasinya, dokumen dan link beritanya lengkap. 

“Jelas bagaimana Pak NA tidak membantah bahwa dia mengenal Direktur Utama PT Banteng Laut Indonesia. Direktur Banteng Laut juga ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah yang juga diangkat oleh Gubernur,” jelas Iksan.

Sehingga, menurut Ikhsan, Gubernur Sulsel diduga memiliki peran penting dalam proyek tambang pasir laut, terkhusus PT Banteng Laut Indonesia yang saat ini ditambang oleh PT Boskalis. Termasuk ketidakinginannya bertanggung jawab dan berdialog dengan nelayan dan perempuan Pulau Kodingareng.

“Kalau Gubernur punya “siri”, kenapa dia tidak mau berdialog dengan nelayan? Saya beritahu, nelayan itu hanya ingin tahu apa alasan Nurdin Abdullah menerbitkan izin di wilayah tangkap nelayan,” pungkasnya.(*)