Ada Dugaan Retribusi Ilegal, Komisi A DPRD Panggil Pengelola Pasar Segar
MAKASSAR, GOSULSEL.COM — Komisi A Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Makassar mengendus adanya dugaan penarikan retribusi ilegal di Pasar Segar. Pihaknya pun meminta adanya peninjauan kembali terhadap perjanjian kontrak retribusi fasilitas umum (Fasum) di tempat itu.
Komisi A sebelumnya telah turun ke lapangan melakukan peninjauan dan menemukan beberapa keganjilan. Termasuk indikasi pemungutan retribusi ilegal dan pemanfaatan fasum yang dikomersilkan.
“Memang setelah turun ke Pasar Segar, kami menemukan ada beberapa indikasi yang menurut kami belum legal di sana, seperti aturan kerjasama yang sebenarnya sejak dahulu sudah dilakukan oleh pihak pengelola, kenyataannya baru kami dapatkan bahwa tahun 2020 ini baru ada perjanjian kerjasamanya,” jelas Anggota Komisi A DPRD Makassar, Kasrudi.
Usai menemui sejumlah keganjilan, pihak Komisi A kemudian memanggil pengelola Pasar Segar dan Pemerintah Kota (Pemkot). Mereka dipanggil dalam rangka mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk membahas persoalan ini.
Hasil dari RDP tersebut, pihak DPRD meminta agar kontrak kerjasama tersebut ditinjau kembali. Mengingat, hal ini berkaitan dengan banyak hal, seperti penarikan retribusi dan tindakan nakal mengkomersilkan fasum.
“Yang pertama, kami mempertanyakan di mana ini perjanjian kerjasama sebelum tahun 2020, sementara pihak pengelola sudah menarik sewa dari UMKM yang menjalankan usaha di sana,” jelas Kasrudi.
“Jadi kami berharap pengelola Pasar Segar memberikan kompensasi karena sebelumnya belum ada kerjasama di lahan kerjasama, harusnya itu dia menarik ongkos sewa itu yang sebelum 2020, agar dikompensasikan di tahun 2020 ini semenjak perjanjian kerjasama,” lanjutnya.
Untuk dugaan penggunaan fasilitas umum yang dikomersilkan, DPRD Makassar akan kembali melakukan peninjauan. Agar, kata dia, memastikan di mana titik fasum yang disalahgunakan tersebut.
“Kami juga mendapatkan bahwa masih ada lahan dikomersialisasikan di luar dari perjanjian lahan yang ada berfungsi di sana. Jadi kami akan turun kembali, melihat di mana dikomersialisasikan di luar dari perjanjian kerjasama itu,” beber politisi Gerindra tersebut.
Dengan begitu, untuk kerjasama yang ada di tahun 2020 ini, DPRD meminta agar pihak pengelola Pasar Segar melakukan koordinasi yang baik dengan Pemkot Makassar. Ini terkait tata kelola, model kios yang disewakan, juga luas lahan yang digunakan.
“Perjanjian kerja sama yang ada sekarang itu mengharuskan pengelola berkoordinasi dengan pemerintah kota Makassar, terkait dengan sewa lahan yang dibangun dan model bentuk tempat penjualan UMKM, harus dikoordinasikan oleh Pemkot,” katanya.
“Sampai sekarang belum ada, alasannya Covid-19. Padahal sebelum itu, pas ditandatangani harus dikonfirmasikan bahwa sekian sewanya yang mau kita tagih, bagaimana bentuknya, terus luas lahan yang akan dipakai, harus dikoordinasikan di awal,” sambung Kasrudi.
Selain itu, biaya sewa yang diberikan saat ini dianggap masih sangat kecil. Sehingga, Anggota Komisi A akan melakukan peninjauan dan menghitung kerugian, kemudian jika dianggap perlu, dewan akan merekomendasikan untuk peningkatan biaya sewa.
“Kalau menurut kami, melihat kondisi yang ada di sana dan ongkos sewa yang dilakukan oleh pihak pengelola, itu sangat kecil, karena jumlah 92.500.000 per tahun, bukan per bulan. Sementara lahan dikomersilkan itu cukup luas. Jadi kami meminta Pemkot untuk meninjau ulang,” tegasnya.
Selain Kasrudi, Anggota Komisi A DPRD Makassar lainnya, Azwar, mengatakan bahwa perkiraan luas lahan yang disewakan mencapai 400 meter lebih. Sehingga, kontrak perjanjian tersebut harus ditinjau ulang.
“Poin pokoknya, kami tekankan agar kintrak kerjasama ini ditinjau kembali. Soalnya ada sekitar 400 meter lebih itu lahan yang dipakai. Biaya sewanya juga sangat kecil,” pungkas Azwar.(*)