Petani Yakini Nanas Subang Terus Eksis di Tengah Pandemi
SUBANG, GOSULSEL.COM — Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo terus menggairahkan jajaran dan pelaku pembangunan pertanian khususnya petani untuk meningkatkan volume dan kualitas produksi. Tujuannya tidak lain adalah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan meraih pasar ekspor lebih luas yang dituangkan dalam Gerakan Tiga Kali Ekspor (Gratieks).
Gratieks dirumuskan melalui langkah strategis secara holistik dari hulu sampai hilir dalam pembangunan sektor pertanian. Gedor Horti yang selama ini digaungkan Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto juga dalam rangka mendorong Gratieks.
Nanas (Ananas comosus) merupakan salah satu buah tropis yang sangat populer di pasar domestik maupun ekspor. Tanaman ini berasal dari Paraguay, Spanyol dan termasuk famili Bromeliaceae. Buah ini memiliki perpaduan rasa yang lezat, manis dan asam.
Negara tujuan ekspor nenas olahan (kaleng) adalah negara Amerika Serikat, Spanyol, China, Belanda, Singapura, Jepang, Argentina dan German. Sedangkan negara tujuan ekspor nenas segar adalah United Arab Emirates, Jepang dan Saudi Arabia.
Nanas kaya akan nutrisi dan sarat dengan flavonoid dan asam fenolik. Flavonoid adalah kelompok senyawa bioaktif yang banyak ditemukan pada bahan makanan yang berasal dari tumbuhan. Flavonoid serupa dengan antioksidan yang memiliki beragam manfaat untuk memperbaiki sel yang rusak akibat radikal bebas.
Selain itu, buah ini mengandung pektin serta enzim pencerna protein (bromelain) yang bermanfat bagi kesehatan. Sebagian besar kekuatan penyembuhan dari nanas berasal dari bromelain yang ditemukan di batang dan buah nanas.
Berdasarkan data BPS, produksi nanas mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Terhitung produksi 2017, produksinya senilai 1,7 juta ton meningkat di 2018 sebanyak 1,8 juta ton dan disusul 2019 mencapai 2,1 juta ton. Daerah yang tercatat sebagai penghasil nanas di antaranya adalah Kabupaten Subang, Pemalang, Kubu Raya, Simalungun, Lampung Selatan, Lampung Timur, Lampung Tengah, Blitar, Kediri dan beberapa kabupaten lain.
Sentra penghasil nanas terbesar pada 2019 berada di delapan provinsi dengan kontribusi sebesar 80 persen adalah Lampung (699.243 ton), Jawa Timur (250.291 ton), Jawa Barat (228.600 ton) sekitar 10,41%, Sumatera Selatan (179.845 ton), Jawa Tengah (173.605 ton), Sumatera Utara (138.286 ton), Jambi (137.622 ton) dan Riau (132.582 ton).
Kabupaten Subang merupakan salah satu sentra nanas yang sangat popular, salah satunya Kelompok Tani Mekar Sari Maju yang berada di Kampung Mekar Sari RT 8/RW 3 Desa Sari Reja, Kec. Jalan Cagak, Kab. Subang. Kelompok ini juga memiliki koperasi bernama Koperasi Produsen Singgalang Sari Maju Subang guna mendukung usaha tani mereka.
“Kami memiliki kebun seluas 70 hektare dengan dan varietas nanas madu subang. Tingkat kemanisannya sekitar 17-20 brix,” ujar Ketua Poktan Mekar Sari Maju, Efrizal.
Efrizal menyebut jenis ini termasuk smooth cayenne yang memiliki daun dan mahkota yang halus, sedikit berduri hingga nyaris tidak berduri). Ukuran buahnya besar serta mata buahnya cenderung datar.
“Penanamannya dilakukan secara tumpang sari dengan berbagai tanaman. Bisanya kami tanam berbarengan dengan jahe, jeruk nipis, pepaya dan cengkeh. Harapannya, anggota poktan dapat memperoleh pendapatan Rp10 juta per bulan dengan luasan hanya 0.25 ha dari budidaya nanas,” tambah pria yang pernah mendapat juara 1 lomba budidaya nanas tingkat Kabupaten Subang dengan antusias.
Tak hanya bentuk segar, kelompok tani juga menjual nanas dalam bentuk olahan. Distribusi nanas segar dilakukan ke pasar lokal, kios buah, supermarket sekitar daerah Subang. Sementara untuk penjualan ke Jakarta telah bekerja sama dengan salah satu distributor.
Penjualan nanas disesuaikan dengan bobot berat per buah. Untuk bobot 1,3 kg – 2.5 kg per buah dijual ke supermarket. Bobot 1 kg per buah dijual ke pabrik pengolahan nanas, sedangkan kurang dari 1 kg per buah dijual ke Pasar Caringin Bandung dan sekitarnya.
“Selain produk segar, nanas juga diolah menjadi keripik dan wajik. Harga keripik nanas dibanderol Rp130 ribu per kilogram. Saat ini kelompok tani tengah mengurus Produk Ijin Rumah Tangga (PIRT),” ujar Efrizal di tengah diskusinya.
Efrizal mengatakan, tantangan yang dihadapi saat ini adalah keterbatasan alat dan produksi pasca panen khususnya untuk produksi olahan. Dirinya berharap adanya bantuan sarana dan pra sarana pasca panen maupun pengolahan untuk pengembangan usaha nanas yang lebih besar.
“Omzet penjualan relatif menurun semenjak pandemi Covid-19. Pabrik mitra yang biasanya disuplay 500 ton per tahun sekarang berhenti beroperasi. Berkat kerja keras dan semangat dari anggota, mulai September sampai Oktober, ada permintaan dari salah satu perusahaan,” tambah Efrizal semangat.
Secara terpisah, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Bambang Sugiarto mengungkapkan pentingnya penanganan pascapanen nanas yang baik (Good Handling Practices-GHP) dalam rangka memperluas akses pasar.
“Selain itu, perlu adanya teknologi inovasi dalam pengolahan nenas agar dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan kelompok pada khususnya dan petani nanas Subang pada umumnya,” pungkas Bambang mengakhiri diskusinya.(*)