Di Debat Publik, None Jelaskan Arti Reformasi Birokrasi Seutuhnya

Selasa, 24 November 2020 | 23:57 Wita - Editor: Muhammad Fardi -

JAKARTA, GOSULSEL.COM – Debat Publik Tahap II Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Makassar, yang disiarkan secara langsung oleh salah satu stasiun televisi nasional, Selasa malam, 24 November 2020, menampilkan tarung gagasan dari empat pasangan calon. Antara lain, Moh Ramdhan Pomanto – Fatmawati Rusdi, Munafri Arifuddin – Rahman Bando, Syamsu Rizal – Fadli Ananda, dan Irman Yasin Limpo – Andi Zunnun Armin NH.

Pada sesi pertama yang membahas reformasi birokrasi, publik dipertontonkan oleh tiga kandidat yang saling serang. Saling mengungkit kesalahan saat menjabat di masa lalu, hingga program yang gagal dilakukan.

pt-vale-indonesia

Munafri Arifuddin dan Rahman Bando, misalnya. Mengungkit kekacauan birokrasi di masa pemerintahan Moh Ramdhan Pomanto yang saat itu berpasangan dengan Syamsu Rizal. Sedangkan Syamsu Rizal yang kini menggandeng Fadli Ananda, membahas soal distribusi ASN berdasarkan perasaan pemimpin. 

Begitupun dengan Moh Ramdhan Pomanto, menyerang Syamsu Rizal, dengan menyebut Makassar mengalami kemunduran di saat Syamsu Rizal menjabat sebagai pelaksana tugas wali kota, saat ia harus cuti karena bertarung di Pilwali sebelumnya.

Irman “None” Yasin Limpo, rupanya tak ingin ikut-ikutan menyerang kandidat lain. Sebagai orang yang berpengalaman di birokrasi, ia memilih untuk menjelaskan seperti apa reformasi birokrasi sebenarnya. Termasuk, pentingnya menerapkan proses digitalisasi dalam pemerintahan.

“Digital dan teknologi di pemerintahan saat ini, masih terkesan komputerisasi. Ke depan, harus lebih maju lagi dari sekedar komputerisasi,” kata None dalam debat yang mengangkat tema ‘Reformasi Birokrasi, Pelayanan Publik, Penataan Kawasan Perkotaan dan Ekonomi’. 

Dalam proses reformasi birokrasi, lanjutnya, yang paling penting adalah sinergitas antar pengambil kebijakan. Harus dipahami bahwa antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, sebenarnya tidak saling membawahi. Masing-masing tetap dengan dengan fungsi dan kewenangan, namun harus saling bersinergi.

“Akselerasi kinerja yang kita harapkan untuk menutup ruang yang melemahkan birokrasi, ada tiga. Yakni kelembagaan, sistem, dan SDM aparatur,” jelasnya.

Menurut None, secara kelembagaan pemerintah kota akan dikolaborasikan dengan tingkat RT. Sedangkan sistem akan menggunakan digitalisasi dengan artificial intelegencia dan big data, sehingga tidak ada lagi yang berambisi mencari penghargaan atau saling menyalahkan.

“SDM aparatur kita kuatkan dari segi leadership, mental, dan spiritual. Aparatur kita harus melayani dengan hati,” tegasnya.

Mantan Pelaksana Tugas Bupati Luwu Timur ini menambahkan, semua proses di birokrasi harus jelas parameternya, sesuai dengan norma dan regulasi. Bukan berdasarkan perasaan suka atau tidak suka dari pemimpinnya.(*)


BACA JUGA