Raja Gowa ke-38 Andi Kumala Idjo Karaeng Lembang Parang

Raja Gowa Ungkap Sejarah Putri Sultan Hasanuddin Bermukim di Mempawah Kalbar

Rabu, 26 Mei 2021 | 13:12 Wita - Editor: Andi Nita Purnama -

GOWA, GOSULSEL.COM — Baru-baru ini nama putri Sultan Hasanuddin, I Fatimah Daeng Takontu Karaeng ta Campagayya viral di media sosial. 

Nama putri Sultan Hasanuddin itu viral lantaran makamnya yang terletak di Tanjung Matoa, Pulau Temajo, Kecamatan Sungai Kunyit, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar) dikabarkan terancam digusur. 

Pihak kerajaan Gowa yang menerima informasi itu pun mengaku akan berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten Mempawah. 

“Kalaupun hal tersebut terjadi (digusur), maka kami harus siap mengambil kerangka jenazah I Fatimah Daeng Takontu. Namun saya yakin, orang Mempawah tidak akan mengizinkan untuk dikembalikan. Mengingat perjuangan I Fatimah Daeng Takontu ini sangat besar di Mempawah,” kata Raja Gowa ke-38, Andi Kumala Idjo Karaeng Lembang Parang.

Ditanya terkait sejarah kedatangan dan bermukimnya I Fatimah Daeng Takontu di Mempawah Kalbar, Andi Kumala Idjo menceritakan bahwa berdasarkan sejarah yang diperoleh dari orang-orang di Mempawah ketika dirinya berkunjung ke Mempawah pada tahun 2008 dan 2010, I Fatimah Daeng Takontu datang ke Mempawah berawal ketika perjanjian Bongaya selesai digelar pada 18 November 1667 Masehi. 

Pada saat itu banyak pembesar-pembesar kerajaan Gowa termasuk I Fatimah Daeng Takontu kurang sependapat dengan adanya kecewa perjanjian tersebut. 

Termasuk juga yang kurang sependapat itu I Manindoi Daeng Tojeng Karaeng Galesong dan Karaeng Bonto Marannu. 

“Mereka kemudian mengambil inisiatif untuk berangkat ke Tanah Jawa dengan pasukan dan beberapa laskar menuju Banten. Sebab di kesultanan Banten pada saat itu sudah ada Syekh Yusuf Al-Makassari melawan Belanda bersama-sama Raden Tirtayasa,” tuturnya. 

Namun setibanya disana lanjut Raja Gowa ke-38 ini, perjuangan Syekh Yusuf telah usai. Syekh Yusuf kemudian ditangkap bersama Raden Ageng Tirtayasa. Syekh Yusuf kemudian dibuang ke Sri Lanka sementara Raden Ageng Tirtayasa dipenjara di Batavia. 

“I Fatimah Daeng Takontu sendiri mengalihkan arah karena kondisi yang tidak memungkinkan. I Fatimah Daeng Takontu kemudian datang ke kesultanan Mempawah membantu perjuangan melawan Belanda,” ujarnya lagi. 

Setelah diterima dengan baik oleh kesultanan Mempawah, I Fatimah Daeng Takontu kemudian diangkat sebagai panglima perang pada abad ke 17. Dia kemudian berposisi di Pulau Temajo sampai akhir hayatnya. 

Menurut Andi Kumala Idjo, sejarah dan informasi yang viral mengenai I Fatimah Daeng Takontu ini seyogyanya mengingatkan masyarakat Gowa bahwa ada sosok pahlawan Srikandi dari Gowa yang berjuang hingga ke Mempawah.(*)

Reporter: Endra Sahab