Kementan Dorong Penanganan Hama Penggerek Batang Padi Ramah Lingkungan

Senin, 28 Maret 2022 | 14:10 Wita - Editor: Andi Nita Purnama -

JAKARTA, GOSULSEL.COM — Salah satu yang menyebabkan hasil kualitas dan kuantitas hasil panen petani menurun karena adanya serangga organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti Penggerek Batang Padi (PBP). Hal tersebut disampaikan I Made Samudra dari Balai Besar Biogen, dalam Bimbingan Teknis dan Sosialisasi Propaktani, Senin (28/03/2022).

Teknik pengendalian penggerek batang padi yang lebih efektif, efisien dan ramah lingkungan perlu dikembangkan. Salah satunya adalah pemanfaatan feromon yang dapat digunakan untuk pemantauan tingkat populasi dan perangkap massal. Sebagai alat pemantau populasi maka perangkap berferomon akan memberikan informasi lebih dini dan tepat untuk melakukan tindakan pengendalian hama tersebut.

pt-vale-indonesia

“Sebagai alat perangkap massal, maka pemakaian perangkap berferomon dapat menurunkan tingkat populasi serangga jantan yang secara tidak langsung akan menekan jumlah serangga berkopulasi (kawin) sehingga akan menurunkan tingkat populasi serangga hama generasi berikutnya. Pemanfaatan perangkap berferomon untuk pengendalian penggerek batang padi kuning dengan memasang 24 perangkap perhektar, akan memberikan hasil yang cukup baik,” jelas Made.

Senada dengan hal tersebut, Sudarti dari Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT), memaparkan cara membuat perbanyakan parasitoid untuk pengendalian hama. Media yang sering digunakan adalah menir, jagung giling dan pur. Sebelum digunakan, karena banyak hama gudang maka harus disterilisasi dengan cara disangrai atau dibekukan (freezer). Setelah itu dimasukkan ke dalam kotak, lalu ditaburkan starter yang dibuat dari 60 ekor ngengat dengan perbandingan jantan betina 1:3.

“Begitu berubah menjadi larva, sampai menjadi ngengat kemudian diambil telurnya untuk menggunakan telur penggerek batang padi. Telur dimasukkan ke dalam tabung peneluran, setelah 24 jam, siap panen telur,” jelasnya.

Cara panen telur ini, sambung Sudarti, bahan dan alat yang digunakan adalah telur porsira, wadah, kuas, dan nampan. Dikuas secara perlahan mengarah ke dalam tabung, setelah itu dikumpulkan di salah satu cawan dengan menggunakan saringan untuk menyaring kotoran. Setelah telur tersaring, telur siap disterilisasi di kotak UV bertegangan 15 watt selama 20 menit.

“Setelah telur steril siap untuk dibiaskan. Dibiaskan menggunakan lem, kertas bias lalu dioles ke dalam di atas kertas bias, selanjutnya dilakukan perbanyakan parasitoidnya,” tuturnya.

Saefuddin, Petani dari Kabupaten Karawang menyampaikan bahwa serangan yang dilakukan oleh hama penggerek batang sering terjadi dari tahun ke tahun, sehingga hasil panen dapat berkurang. Gejala hama biasanya terlihat pada batang padi yang kering dan berwarna kuning, mudah untuk dicabut dan berbau busuk, dari bulir padi terlihat seperti ampas.

Awalnya Saefudin selalu melakukan penyemprotan dengan menggunakan pestisida beberapa kali dalam satu tahun, namun setelah mengenal konsep Pengendalian Hama terpadu (PHT), pengendalian dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami penggerek batang padi yaitu parasitoid. Dengan begitu, biaya produksi pun akan lebih murah dan menurunkan tingkat serangan hama tanaman.

“Produksi bisa dipertahankan hingga 8 sampai 9 ton per hektare. Pengembangan parasitoid ditingkat petani sebenarnya sangat tepat karena penerapannya sangat membantu dan ramah lingkungan serta bebas residu,” ujar Saefuddin.

Terpisah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi terus mendorong dan mendukung praktek-praktek kegiatan pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) berbasis alami dengan menggunakan agens hayati sebagai bahan pengendaliannya. Dengan semakin meningkatnya kesadaran petani terhadap pentingnya budidaya tanaman sehat demi keberlanjutan pertanian.

“Diharapkan juga pendapatan petani turut meningkat, dan unsur hara tanah dan keseimbangan lingkungan tetap terjaga,” ujarnya.(*)