Lestarikan Tanaman Obat Herbal, Kemendikbudristek Gandeng Komunitas Adat di Gowa

Rabu, 10 Agustus 2022 | 19:29 Wita - Editor: Andi Nita Purnama - Reporter: Agung Eka - Gosulsel.com

GOWA, GOSULSEL.COM – Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek melalui Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (KMA) berkomitmen untuk melestarikan tanaman obat herbal dan pengobatan tradisional. Salah satu caranya diimplementasikan dengan menggandeng Komunitas Adat Turilenrang di Kabupaten Gowa, Selasa (09/08/2022).

Direktur KMA Ditjenbud Kemendikbudristek, Sjamsul Hadi mengungkapkan pihaknya memberikan fasilitasi dan pembekalan kepada kelompok perempuan adat dan penghayat kepercayaan dalam penyusunan rencana aksi strategis. Semuanya dilakukan menyesuaikan potensi dan tantangan yang dihadapi.

pt-vale-indonesia

“Tema kegiatan ini dilatari fenomena gaya hidup ‘back to nature’ (kembali ke alam) dimanfaatkan oleh perempuan adat Turilenrang, Komunitas Balassuka di Kabupaten Gowa, untuk mengembangkan pengetahuan pengobatan yang mengutamakan tanaman yang tersedia di wilayah adat,” ungkap Sjamsul.

Sjamsul menjelaskan kondisi geografis wilayah adat Balassuka menopang ketersediaan bahan baku herbal. Diantaranya yakni Jahe Merah, Jahe Putih, Temulawak, Kunyit, Kunyit Hitam, Serai, dan lainnya.

“Yang diyakini memiliki khasiat untuk kesehatan. Pengobatan menggunakan tanaman herbal masih sangat terbuka luas sejalan dengan semakin berkembangnya industri jamu, obat herbal , fitofarmaka, dan kosmetika tradisional,” ujarnya.

Ia menyebut untuk meramu herbal seperti jamuan-jamuan merupakan pengetahuan yang diperoleh dari warisan leluhur. Itu berdasarkan pengalaman yang diwariskan dari generasi ke generasi.

“Pengetahuan meracik tanaman obat merupakan salah satu peran perempuan adat Turilenrang untuk memastikan kesehatan anak-anak, orangtua, keluarga. Utamanya penyakit yang dapat diatasi secara mandiri oleh perempuan adat, dan belum membutuhkan penanganan medis,” bebernya.

Christriyati Ariani selaku perwakilan dari Direktorat KMA-Kemendikbudristek melanjutkan tantangan ketersediaan layanan kesehatan medis yang tidak mudah dijangkau oleh masyarakat adat. Di samping itu, obat-obatan yang disarankan oleh tenaga medik maupun dokter tidak jarang harus ditebus di luar kampung yang tentunya membutuhkan ketersediaan uang tunai yang kecenderungan harganya sangat mahal.

“Situasi ini menjadikan masyarakat adat lebih mengutamakan praktik kesehatan tradisional dan mengembangkan pengetahuan ramuan herbal untuk mengatasi keluhan penyakit yang dialami,” ujarnya.

“Kepercayaan Komunitas Turilenrang pada pengobatan herbal yang dibangun atas dasar pengalaman empiric perempuan adat mempraktekkan pengobatan alami tanpa bahan kimia yang rendah resiko untuk penyakit seperti demam, batuk, dan lainnya. Bahan baku herbal yang didapatkan dari wilayah adat turut menjaminkan kepastian akses dan kontrol Perempuan Adat atas pengetahuan dan wilayah kelolanya,” sambung Sjamsul.

Ia melanjutkan perubahan lingkungan di wilayah adat telah mempengaruhi ketersediaan, pengenalan jenis, manfaat, dan habitat dari tanaman herbal . “Perempuan Adat Turilenrang hendak mengembangkan, melestarikan, dan meneruskan pengetahuan serta pemanfaatan tanaman obat herbal. Sebagian besar pengetahuan ini masih tersimpan pada generasi sebelumnya,” tuturnya.

Sehingga, kata dia. generasi saat ini perlu melakukan upaya pendokumentasian tercatat. Selain itu, Komunitas Adat Turilenrang ingin pengetahuan mengenai herbal ini menjadikan wilayahnya sebagai salah satu tujuan wisata kesehatan dan mendorong terjadinya peningkatan pendapatan rumah tangga perempuan adat.

“Harapan dari seluruh rangkaian kegiatan ini adalah semakin kuatnya komunitas perempuan adat Turilenrang sebagai agen-agen perubahan yang mandiri serta terciptanya ekosistem pelestarian tanaman obat dan pengetahuan tradisional yang berkelanjutan,” pungkas Sjamsul.(*)