Kementan: Dampak Perubahan Iklim 2022 Lebih Rendah, Bahkan Produksi Padi Surplus

Kamis, 15 Desember 2022 | 16:59 Wita - Editor: Andi Nita Purnama -

JAKARTA, GOSULSEL.COM — Kementerian Pertanian (Kementan) telah melakukan berbagai upaya pengendalian dampak perubahan iklim. Di antaranya banjir, kekeringan dan serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) guna mengamankan budidaya sehingga tidak terjadi gagal panen (puso) dan produksi pertanian aman. Di antaranya, Gerakan Pengendalian (Gerdal) OPT dan gerakan penanganan Dampak Perubahan Iklim.

“Alhasil, karena pengendalian dampak perubahan iklim ini dilakukan sejak dini, puso akibat hama penyakit, banjir dan kekeringan di tahun 2022 ini lebih rendah dibanding 2021 dan rerata 5 tahun terakhir ini,” demikian dikatakan Direktur Perlindungan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Mohammad Takdir Mulyadi di Jakarta, Kamis (15/12/2022).

pt-vale-indonesia

Takdir menjelaskan berdasarkan data Direktorat Perlindungan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan, luas puso tanaman padi secara nasional akibat hama dan penyakit pada periode Januari-Oktober 2022 sebesar 6.218 hektare, sementara periode yang sama 2021 sebesar 3.959 hektare dan rerata 5 tahun sebesar 5.484. Puso akibat banjir pada periode Januari-Oktober 2022 sebesar 26.167 hektare, sementara periode yang sama 2021 sebesar 81.235 hektare dan rerata 5 tahunan 48.092 hektare.

Kemudian, lanjutnya, puso akibat kekeringan pada periode Januari-Oktober 2022 hanya 32 hektare. Sementara periode yang sama 2021 sebesar 6.930 dan rerata 5 tahun sebesar 38.765 hektare.

“Dengan demikian, luas total puso Januari-Oktober 2022 hanya 32.417 hektare dengan luas tanam 8,67 juta hektare atau 0,37 persen. Angka ini jauh di bawah ambang batas toleran 4 persen,” ujarnya.

“Sementara puso pada Januari-Oktober 2021 lebih tinggi yakni 92.124 hektare dari luas tanam 10,81 juta hektare atau 0,85 persen dan rerata 5 tahun terakhir 92.341 hektare dari luas tanam 11,06 juta hektare,” sambung Takdir.

Lebih lanjut Takdir menegaskan berkat upaya penanganan dampak perubahan iklim yang begitu masif dan fokus serta melibatkan berbagai pihak yang dilakukan Kementan, produksi padi di tahun 2022 pun tidak terganggu. Mengacu data BPS, prognosa luas panen padi 2022 sebesar 10,54 juta hektare dengan produktivitas 5,25 ton/hektare dan produksinya mencapai 55,36 juta ton gabah kering giling (GKG), setara 31,90 juta ton beras.

“Dengan besarnya konsumsi nasional 30,20 juta ton, makan terjadi surplus 1,70 juta ton. Hasil survey stok beras (SCBN BPS) mencatat stok beras cukup aman, dimana stok beras pada April 2022 sebanyak 10,15 juta ton. Produksi beras pada Januari-Juni 2022 sebesar 18,54 juta ton dan prognosa produksi beras Juli-Desember 2022 sebesar 13,36 juta ton,” terangnya.

“Bahkan, keberhasilan penanganan dampak Perubahan Iklim ini pun membuahkan hasil yang luar biasa pada kinerja perberasan Indonesia. Yakni sejak 2019 hingga sekarang tidak ada impor beras umum,” sambung Takdir.

Perlu diketahui, adapun Gerdal OPT yang dilaksanakan Kementan secara ramah lingkungan dengan menggunakan Agens Pengendali Hayati (APH). Di samping itu, dalam rangka mengantisipasi dampak La Nina yaitu berupa hujan yang berlebihan, melakukan Gerdal Dampak Perubahan Iklim, membentuk brigade banjir, brigade hama penyakit, early warning system, adaptasi dan mitigasi, pembersihan saluran air, menggunakan benih tahan genangan disaat musim hujan, asurasi usahatani dan bantuan benih bagi yang puso serta penyiapan panen pasca panen hingga dryer pengering.(*)