Produktivitas Meningkat, Petani Lada Belitung Semakin Melesat
BELITUNG, GOSULSEL.COM – Belitung tidak hanya dikenal sebagai kepulauan yang unggul dibidang pariwisata. Daerah yang terletak di timur Pulau Sumatera ini juga dikenal sebagai penghasil lada nasional. Betapa tidak, lada yang dihasilkan dari kepulauan ini, memiliki karakteristik tersendiri yang tidak dimiliki daerah lain.
Sebagai salah satu komoditas unggulan, lada telah menjadi tanaman budaya masyarakat secara turun menurun. Para petani lada di daerah Belitung bahkan sukses melakukan budidaya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dalam sekali tanam, mereka rata-rata mampu meraup keuntungan hingga puluhan juta rupiah.
Olehnya itu, Kementan melakukan kunjungan langsung ke Kabupaten Belitung untuk melihat potensi pengembangan lada yang ada di dearah ini beberapa waktu yang lalu. Kegiatan ini merupakan Press Tour yang diinisiasi Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan).
Ketua Kelompok Tani Makmur, Suhendri, mengaku bersyukur karena keberhasilan budidaya lada tak lepas dari intensitas bantuan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementan maupun pemerintah daerah melalui dinas terkait dalam melakukan pendampingan dan penyediaan bibit unggul.
“Satu hektare itu sekitar 1800 pohon dan total biaya yang kita keluarkan antara 25 juta sampai 30 juta itu belum termasuk tenaga kerja. Tapi melihat harga lada saat ini, petani semakin untung,” ujar Suhendri di Kebun Ladanya yang terletak di Desa Air Seru, Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung beberapa waktu yang lalu.
Meski demikian, Suhendri mengatakan satu kendala petani saat ini adalah minimnya penyediaan pupuk subsidi yang mempengaruhi produksi setiap musim tanam. Dia berharap, pemerintah mampu menyediakan pupuk secara berkelanjutan agar tanaman lada dapat menjadi produk unggulan Indonesia.
“Saya selaku Ketua Kelompok Tani berharap pemerintah mengadakan lagi pupuk subsidi yang tahun kemarin sudah dihapuskan. Kami kesulitan untuk membina petani-petani kami yang ada di desa karena terkendala dengan pupuk subsidi. Apalagi paling besar cost yang sudah keluar dan sebagai petani lada ini yaitu ada di situ (pupuk),” katanya.
Secara teknis, Suhendri mengatakan petani lokal masih menggunakan sistem pertanaman tajar alias pemagaran melalui tanaman hidup gamal. Metode kedua menggunakan kayu kering agar tanakan lada yang ditanam bisa menghasilkan produk unggul.
“Jadi dua metode yang kita gunakan ini lebih efisien atau bisa lebih mendongkrak produksi yang menggunakan pagar hidup dan untuk usianya pun lebih lama atau lebih efisien,” katanya.
Analis Pasar Pertanian pada Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Belitung, Yulihenri mengatakan bahwa luas areal tanaman lada yang berada di daerahnya ini mencapai 9.045,99 hektare dengan jumlah produksinya mencapai 6 ton lebih atau lebih kurang 6000 ton pada setiap musimnya.
“Jadi produksi rata-rata per hektare sangat bagus. Adapun jumlah petani lada di Blitung mencapai 9.525 petani yang hingga kini masih terus mengembangkan lada,” jelasnya.
Dikesempatan yang sama, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Kuntoro Boga Andri, menyebut Kementan berupaya untuk terus mendorong pengembangan komoditas lada nasional. Ia menyebut Kegiatan Press Tour ke salah satu petani lada di Belitung ini juga menjadi salah satu upaya Kementan dalam membangun public good image terhadap pengembangan komoditas lada di Indonesia.
“Potensi pengembangan komoditas lada di Belitung sangat besar, dan media massa memiliki peran yang cukup strategis dalam penyebaran informasi terkait hal ini. Kementan bersama rekan-rekan media harus bekerjasama secara harmonis, membangun orkestrasi yang baik dalam melakukan diseminasi informasi dan komunikasi publik terkait hal ini,” terang Kuntoro.(*)