Anggota Ombusdman RI, Yeka Hendra Fatika saat sedang diwawancarai awak media disela-sela Rapat Koordinasi Pengelolaan dan Pengawalan Pupuk Bersubsidi pada Rabu malam di Bogor, Rabu (01/03/2023)/ Foto: Humas Kementan

Ombudsman Menduga SE Bapanas Tentang Harga Batas Atas Gabah-Beras Maladministrasi

Kamis, 02 Maret 2023 | 11:54 Wita - Editor: Andi Nita Purnama -

JAKARTA, GOSULSEL.COM – Anggota Ombusdman RI, Yeka Hendra Fatika, mengatakan pihaknya menduga adanya potensi maladministrasi dalam penetapan surat edaran (SE) No.47/TS.03.03/K/02/20230. Edaran ini dikeluarkan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang ditetapkan pada 20 Februari 2023 lalu mengatur tentang harga batas atas gabah (ceiling price) petani.

“Saya berharap Badan Pangan Nasional (Bapanas) segera mereview SE tersebut karena dugaan maladministrasinya kuat sekali. Dugaan ya, artinya kita Ombusdman sedang mengumpulkan berbagai macam informasi dan pendalaman terkait kebijakan ini,” kata Yeka pada acara Rapat Koordinasi Pengelolaan dan Pengawalan Pupuk Bersubsidi pada Rabu malam di Bogor (01/03/2023).

pt-vale-indonesia

Yeka menjelaskan dugaan ini didasarkan atas format SE yang tidak lazim dimana SE diketahui merupakan produk hukum yang isinya secara materil mengikat umum namun bukanlah peraturan perundang-undangan. Karena bukan peraturan perundang-undangan maka surat edaran merupakan sebuah instrumen administratif yang bersifat internal.

“Surat edaran itu kan lazimnya itu untuk internal tapi diberlakukan untuk eksternal. Yang kedua, kalau pun yang dimaksudkan tujuannya baik tapi momentumnya kurang pas yaitu di saat panen raya,” jelasnya.

Diketahui, dalam SE yang dikeluarkan Bapanas tersebut ditetapkan harga batas atas untuk gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp4.550 per kilogram, GKP di penggilingan Rp4.650 per kilogram, gabah kering giling (GKG) di penggilingan Rp5.700 per kilogram. Sementara harga beras medium di gudang Bulog ditetapkan Rp9.000 per kilogram.

“Harga atas dipatok pada level tertentu di bawah harga rata-rata keekonomian dari keseimbangan pasar. Dalam SE misalnya harga atas Rp4.550, artinya petani tidak boleh itu menjual harga Rp5.500. Padahal harga Rp5.500 sampai Rp6.000 itu sah-sah saja dalam keseimbangan pasar dan tidak patut harga ini mengatur petani,” ucap Yeka.

Lebih lanjut, Yeka berharap Bapanas dapat segera mencabut SE No.47/TS.03.03/K/02/20230 itu dan bertugas sesuai tupoksi serta wewenang yang seharusnya. Dalam tata kelola kebijakan pangan, Bapanas melaksanakan kewenangan yang besar, salah satunya dalam hal penetapan HPP.

“Kalau mengatur untuk pemerintah Bulog boleh melalui instrument HPP. Nah, HPP-nya saja yang dikoreksi karena HPP itu instrument yang digunakan untuk pemerintah membeli petani. Nah itu boleh diatur. Akan tetapi kalau mengatur petani ditetapkan harga seperti itu Ombudsman merasa ini tidak fair bagi petani apalagi diberlakukan pada musim hujan seperti ini,” tutup Yeka.(*)


BACA JUGA