Dorong Penerapan Sistem Pertanian Digital di Sulsel, IRRI dan Taiwan ICDF Gelar Workshop Internasional
MAKASSAR, GOSULSEL.COM — International Rice Research Institute (IRRI) mendorong para akademisi dan jajaran pemerintah daerah di bidang pertanian yang ada di Sulawesi dalam menerapkan sistem teknologi digital (digital argriculture). Utamanya dalam produksi varietas padi.
Salah satu upaya yang dilakukan dalam mewujudkan hal tersebut yakni memberikan pengetahuan awal kepada para peneliti, dosen, pejabat pemerintah yang berasal dari unit pertanian di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat dalam mengenal penggunaan alat pertanian berbasis teknologi digital.
Kegiatan ini diwujudkan dalam Workshop Internasional bertajuk “Digital Knowledge and Tools for Precision Farming”.
Pelatihan ini berlangsung selama tiga hari atau sejak 31 Juli hingga 3 Agustus 2023. Dimana sasaran peserta yakni Koordinator Proyek Perbenihan Padi kolaborasi Taiwan International Cooperation and Development Fund (ICDF) dan Fakultas Pertanian Unhas, serta dosen dan peneliti dari Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, dan beberapa universitas lainnya di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
“Adanya pelatihan ini akan memberikan gambaran tentang pengetahuan dan alat digital yang tersedia untuk pertanian presisi yang terkait dengan rantai nilai beras, keunggulan dan potensinya dalam memaksimalkan manfaat bagi peneliti, petani padi, produsen dan konsumen,” kata Senior Scientist I – Agronomy Madonna Casimero di sela-sela pembukaan kegiatan yang berlangsung di Swissbellin Hotel Makassar, kemarin.
Lanjutnya, di era perkembangan digital saat ini pihaknya menganggap penting untuk memperkenalkan kepada pihak terkait tentang penggunaan alat digital di seluruh rantai nilai dengan tujuan mempercepat penerjemahan inovasi yang ditargetkan ke dalam sistem pangan berbasis pertanian beras lokal. Baik melalui kemitraan, pendidikan, dan teknologi untuk adopsi yang tepat, memaksimalkan dampak dalam waktu sesingkat-singkatnya, dan menghasilkan manfaat substantif bagi petani, produsen, dan konsumen beras.
“Melalui mentor dan trainer yang ahli di bidangnya para peserta juga akan diperkenalkan sistem teknologi pertanian digital ataupun teknologi komunikasi informasi (TIK) di bidang pertanian seperti WeRise, ORYZA, RCM, RiceDoctor, RKB, dan lainnya,” katanya.
Sementara, Liasion Scientist Indonesia, Prof Hasil Sembiring mengaku, pelatihan tersebut sebagai tindak lanjut dari permintaan Menteri Pertanian RI kepada IRRI agar berkolaborasi dengan Unhas dalam rangka membangun kapasitas pertanian, khususnya produksi beras yang semakin maju dengan pemanfaatan teknologi. Selain itu juga bentuk kolaborasi dengan Taiwan ICDF untuk membantu Fakultas Pertanian Unhas dalam pengambangan kapasitas teknologi, utamanya varietas benih.
“Ini pertemuan sangat strategis sekali dalam konteks bagaimana mensinergikan dengan semua unsur untuk membangun pertanian khususnya padi di wilayah Sulawesi. Jadi sangat bagus dan saya sangat senang, mudah-mudahan dari sini kerjasamanya terus ditingkatkan. Apalah keberadaan IRRI itu adalah lembaga internasional yang memang didedikasikan global untuk padi,” tegas Prof Hasil.
Menurutnya, di era saat ini pemanfaatan teknologi digital sudah sangat penting diterapkan di sektor pertanian. Tujuannya untuk meningkatkan produksi kedepannya. Sebab, yang menjadi tantangan di masa mendatang bukan hanya pada bagaimana meningkatkan produktifitas pertanian, tetap juga harus tetap bisa menjaga lingkungan.
Sehingga, metode pertanian digital dianggap jalan keluar dari permasalahan tersebut. Pasalnya melalui teknologi pertanian yang hanya memanfaatkan IT, satelit, teknologi, GPS, dan lainnya dianggap dapat tetap menjadi lingkungan tetap aman.
“Adanya gas rumah kaca, maupun kerusakan lingkungan lainnya harus bisa dijaga. Makanya dengan pertanian berbasis teknologi digital sangat penting kita dorong karena tidak merusak atau ramah lingkungan,” sebutnya.
Prof Hasil pun berharap, kedepannya para dosen dan peneliti yang ada, khususnya di Fakultas Pertanian Unhas bisa lebih terbuka dengan perkembangan teknologi yang ada saat ini. Tak hanya itu menjadikan IRRI sebagai kiblat dalam pengembangan varietas padi. Sehingga kedepannya petani padi di Sulawesi secara umum, dan Sulawesi Selatan khususnya dapat lebih berkembang dan terbaru. Apalagi memang kondisi padi di Indonesia saat ini dinilai masih sangat stagnan.
“Kita butuh teman-teman di universitas, dan lembaga-lembaga penelitian bersatu untuk mendorong varietas padi kita naik karena penduduk kita naik. Sehingga aktivitas impor bisa kita tekan,” harapnya.
Ditempat yang sama Chief of Taiwan Technical Mission in Indonesia, Hsiang Tai Kao mengungkapkan, dengan melibatkan para peserta dalam pelatihan ini maka tentunya akan memudahkan para petani kedepannya mendapatkan pengetahuan tentang teknologi digital pertanian. Apalagi, saat ini secara bertahap pihaknya juga telah memperkenalkan sistem teknologi digital di sektor pertanian seperti Automatic Weather Station (AWS), dan penggunaan drone.
“Kami latih mereka, kami berbagi pengetahuan tentang teknologi baru ke peserta, kemudian mereka berbagi ke petani lainnya dengan lebih mudah. Kalau kami hanya berbagi ke petani secara langsung itu tidak mudah dan tidak bisa melihat keberhasilannya, maka dari itu kami butuh aparat pemerintah daerah, guru besar di universitas dan beberapa peneliti untuk membantu kami,” ujarnya.
Menurutnya, saat ini pertanian bukan hanya menjadi usaha tradisional, tetapi pertanian harus ditingkatkan menjadi usaha modern melalui pemanfaatan teknologi. Dengan perkembangan teknologi di sektor pertanian ini juga bisa dimanfaatkan kalangan kaum muda, sebab sistem kerja berbasis teknologi lebih memiliki tingkat kemudahan jika dibandingkan sistem pertanian tradisional.
Belum lagi lanjutnya, saat ini masalah ketahanan pangan telah menjadi isu dunia yang sangat penting, sehingga menjadi alasan membuat program pelatihan tersebut. Apalagi saat ini program tersebut baru sementara di gagas di Pulau Jawa, sehingga pihaknya berharap upaya yang dilakukan kali ini bisa membantu Sulawesi Selatan menjadi lebih baik.
“Saat ini selain Pulau Jawa, Sulawesi Selatan merupakan daerah penghasil padi nomor empat, maka dalam hal ini Sulsel dalam sektor pertaniannya sangat penting untuk Indonesia. Jadi, kami berharap melalui proyek ini kami dapat membantu petani lokal dan pemerintah dapat memiliki visi yang lebih baik untuk membantu para petani,” harapnya.
Sementara, Dekan Fakultas Pertanian Unhas, Prof Salengke mengungkapkan, dengan dipilihnya Unhas melalui Fakultas Pertanian kami tentunya merasa bangga dan akan berkomitmen penuh dalam mendorong kualitas pertanian semakin maju kedepannya.
Apalagi hingga saat ini Fakultas Pertanian Unhas juga terus berinovasi dan melakukan perbaikan kurikulum yang menyasar dalam pengenalan teknologi digital pertanian.
“Kita juga harap IRRI maupun Taiwan ICDF terus ada membantu kami dalam mengembangkan varietas-varietas baru untuk padi dengan kualitas yang lebih baik. Tujuannya tentu untuk meningkatkan kualitas pertanian dari para petani-petani kita di daerah,” ungkapnya.
Prof Salengke mengaku, di perkembangan zaman saat ini, terutama pada kondisi global warming atau perubahan iklim sistem teknologi digital pertanian sudah perlu didorong.
“Kalau kita lihat petani kita saat ini berkerja sesuai dengan kebiasaan, sementara dengan adanya pemanasan global maka kebiasaan lama tidak bisa dilakukan lagi. Sehingga butuh bantuan dari para dosen atau peneliti bagaimana mereka melakukan transisi dari kebiasaan lama ke hal baru dengan mengembangkan sistem pertanian modern berbasis digital,” tukasnya. (*)