
Rapat Zoom Tak Berpihak Warga Terdampak, Polisi Didorong Tetap Usut Izin Tambang Tikala
MAKASSAR, GOSULSEL.COM – Warga Tikala yang diwakili oleh Rektor Universitas Kristen Indonesia Paulus (UKI Paulus) Makassar, Prof Agus Salim mengaku tak puas dengan hasil rapat daring (zoom meeting) pembahasan pengaduan masyarakat terhadap aktivitas penambangan batuan jenis batu gamping oleh CV. BD di Desa Tikala, Kecamatan Tikala, Kabupaten Toraja Utara yang digelar oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sulsel, Selasa 15 April 2025.
Dalam rapat pembahasan terbatas yang dihadiri oleh 19 pihak di antaranya Bupati Toraja Utara, Kapolres Toraja Utara, Inspektur Tambang Kementerian ESDM, serta Direktur CV. BD tersebut, kata dia, pada intinya hanya menerangkan seputar kewenangan saja, namun para pejabat yang mewakili instansi masing-masing sama sekali tidak menitikberatkan persoalan adanya dugaan pelanggaran dan prosedur yang seharusnya CV. BD tempuh sehingga bisa mendapatkan izin beroperasi.

“Jadi dalam rapat pembahasan secara daring kemarin itu, dapat dikatakan hanya membahas luarannya saja tapi tidak masuk mengkaji lebih dalam utamanya terkait prosedural dalam mendapatkan izin. Betul mungkin CV. BD ini ada memegang izin, tapi apakah betul izinnya itu diberikan melalui tahapan prosedur yang benar?. Nah ini yang tidak ditegaskan dalam pembahasan kemarin,” ungkap Prof Agus.
Dia mengatakan, dalam rapat pembahasan via zoom kemarin, pihaknya telah banyak menerangkan sejumlah dugaan permasalahan yang terjadi di lapangan sebagaimana laporan langsung dari masyarakat Tikala yang terkena dampak dari aktivitas penambangan batu yang dilaksanakan oleh CV. BD. Di antaranya, sebut Prof Agus, adanya kerusakan jalan, tak adanya jalan khusus yang dilalui oleh truk-truk penambang milik CV. BD, ancaman rusaknya situs budaya berupa Tongkonan Marimbunna dan kuburan adat serta tercemarnya sumber mata air di area tersebut.
“Seluruh persoalan ini kami tampilkan semua bukti-buktinya, tapi sama sekali tak digubris. Seharusnya ini yang dibahas secara mendalam,” tutur Prof Agus.
Dia meminta dinas terkait utamanya yang memiliki kewenangan pengawasan dan penindakan untuk tidak hanya berpangku tangan usai melihat sejumlah dokumen perizinan yang diklaim ada oleh CV. BD, namun segera melakukan upaya meninjau langsung keadaan lapangan apakah perizinan yang diberikan oleh CV. BD betul telah dilaksanakan sesuai peruntukannya sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang ada.
“Kami malah tantang demikian bagaimana kita ke lapangan bersama-sama melihat dampak yang ditimbulkan dan bagaimana pelaksanaan izin oleh CV. BD di lokasi selama 4 tahun ini. Soal izinnya keluar sesuai prosedur atau tidak, itu kami minta pihak kepolisian dalam hal ini Polres Toraja Utara untuk menyelidikinya secara profesional dan proporsional. Karena hal ini kita juga tetap akan bawa ke pembahasan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Provinsi hingga DPR RI,” ujar Prof. Agus.
Meski hasil rapat pembahasan secara daring yang digagas oleh DLHK Sulsel dinilainya tidak memberikan kesimpulan yang berkeadilan terhadap masyarakat Tikala yang terkena dampak, Prof Agus mengaku tetap mengapresiasi upaya awal yang dilakukan oleh DLHK tersebut. Karena, menurutnya, tujuan rapat tersebut untuk menyikapi tuntutan warga Tikala sehubungan dengan adanya aktivitas pertambangan batuan jenis batu gamping oleh CV. BD berdasarkan evaluasi warga yang terdampak.
“Jadi kami ini memang sangat kaget, begitu dikatakan izin pertambangan tersebut keluar,” ujar Prof Agus ditemui di ruangan kerjanya, Kamis (17/4/2025).
Pihaknya, kata dia, tentunya sampai saat ini masih mempertanyakan izin pertambangan tersebut mengapa bisa mudahnya keluar tanpa melalui persyaratan.
CV. BD dan instansi terkait, ungkap Prof Agus, tidak meminta persetujuan dari warga setempat, atau warga berdampak di tiga daerah yang masuk dalam area dampak aktivitas penambangan batu yang dimaksud yaitu, Desa Tikala, Desa Barana’, dan Desa Kandeapi.
“Informasi tersebut juga diperoleh dari orang Barana’ itu sendiri yaitu pak Daud Sambo selaku tokoh masyarakat Barana’ dan Tikala,” jelasnya.
Sementara, kata Prof Agus, dalam aturannya disebutkan bahwa untuk mengurus izin pertambangan tersebut, tentunya harus ada pertemuan dengan warga.
Dia mengakui dalam rapat pembahasan via zoom kemarin, disampaikan bahwa nanti tim dari ESDM dan DLHK Provinsi Sulsel, akan datang berkunjung ke lokasi tambang CV. BD tersebut.
“Memang ada dari bagian penegakan hukum DLHK Sulsel sudah ke lokasi tambang itu, akan tetapi itu dilakukan pada tahun 2019 lalu, dan tidak melibatkan kami,” tutur Prof Agus.
“Jangan setelah berkunjung ke lokasi tambang itu, hanya cerita yang ‘manis-manis’,” Prof Agus menambahkan dengan nada kecewa.
Diketahui, Pemprov Sulsel melalui DLHK Sulsel sebelumnya telah menggelar rapat daring untuk membahas pengaduan masyarakat terhadap aktivitas penambangan batuan jenis batu gamping oleh CV. Bangsa Damai yang berlokasi di Desa Tikala, Kecamatan Tikala, Kabupaten Toraja Utara.
Rapat ini berlangsung pada Selasa kemarin, 15 April 2025 sekira pukul 09.00 WITA, melalui Zoom Meeting. Agenda ini merupakan tindak lanjut atas laporan masyarakat yang sebelumnya telah diberitakan oleh media nasional dan lokal serta menimbulkan keresahan di kalangan warga sekitar lokasi tambang.
Dalam undangan resmi bernomor 005/528/DLHK yang ditandatangani secara digital oleh Ir. Andi Hasbi, M.T, selaku Kepala DLHK Sulsel, tercantum rapat tersebut melibatkan berbagai pihak strategis, mulai dari pejabat pemerintah daerah, aparat penegak hukum, pengawas lingkungan hidup, hingga tokoh masyarakat.
Adapun daftar undangan meliputi 19 pihak masing-masing Kepala Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup Sulawesi dan Maluku KLH/BPLH, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Prov. Sulsel.
Lalu, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sulsel, Bupati Toraja Utara, Kapolres Toraja Utara, Kepala Bidang Penataan DLHK Provinsi Sulsel.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran DLHK Provinsi Sulsel, Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup KLH/BPLH, Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup DLHK Provinsi Sulsel.
Pejabat Pengendali Dampak Lingkungan DLHK Provinsi Sulsel, Inspektur Tambang Kementerian ESDM, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Toraja Utara, Camat Tikala, Kapolsek Tikala, Danramil Tikala, Lurah Tikala, Kepala Lingkungan Tutungan Biak Utara, Direktur CV. Bangsa Damai, dan Prof. Agus Salim (Tokoh Masyarakat Tikala/Pengadu). (*)