BI Sulsel: Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Masuk Lima Besar pada Kuartal I 2025

Rabu, 14 Mei 2025 | 17:44 Wita - Editor: Andi Nita Purnama - Reporter: Agung Eka - Gosulsel.com

MAKASSAR, GOSULSEL.COM — Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulawesi Selatan (Sulsel) mencatat pertumbuhan ekonomi di Sulsel masuk lima besar yang tertinggi di Indonesia pada kuartal I 2025. Yaitu sebesar 5,78 persen di atas angka nasional 4,78 persen.

Kepala Perwakilan BI Sulsel, Rizki Ernadi Wimanda mengatakan, ekonomi di Sulsel cemerlang di awal tahun 2025 ini. Pertumbuhan 5,78 persen pada kuartal I itu juga lebih baik dibandingkan triwulan IV 2024 sebesar 5,18 persen. Dengan itu, Sulsel masuk lima besar dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia.

pt-vale-indonesia

“Sulsel rangking lima untuk pertumbuhan ekonomi di Indonesia” kata Rizki saat Sulsel Talk di Kantor BI Sulsel, Rabu (14/05/2025).

Adapun provinsi dengan pertumbuhan ekonomi paling tinggi adalah Maluku Utara yakni 34,58 persen. Disusul Papua Barat 25,53 persen, Sulawesi Tengah 8,69 persen, dan Gorontalo 6,07 persen.

Rizki menjabarkan secara spasial, laju ekonomi tertinggi memang berada di Pulau Sulawesi sebesar 6,4 persen (yoy). Dan Sulsel tampil sebagai kontributor utama mencapai 2,54 persen. Disusul Sulteng (2,02 persen), Sultra (0,73 persen), Sulut (0,68 persen), Gorontalo (0,23 persen), dan Sulbar (0,2 persen).

“Penyumbang utama pertumbuhan ekonomi triwulan I 2025 (di Pulau Sulawesi) adalah pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan,” jelasnya.

Secara rinci, sektor pertanian masih menjadi andalan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Sulsel. Sektor ini tetap tumbuh di saat sektor-sektor lain yang menjadi andalan malah mengalami perlambatan, bahkan kontraksi.

“Sumber utama pertumbuhan pada triwulan I 2025 adalah lapangan usaha pertanian. Produksi padi naik 139,22 persen (yoy) imbas low base effect pengaruh El Nino dan cuaca baik. Sementara produksi ikan tangkap naik 5,87 persen (yoy) seiring efektivitas penggunaan alat Fish Aggregating Device,” terangnya.

Adapun sektor konstruksi dan pertambangan, diakuinya mengalami kontraksi. Sektor konstruksi mengalami kontraksi gegara penurunan belanja modal APBN dan APBD. Sedangkan, sektor pertambangan terkontraksi akibat penurunan produksi nikel matte dan barang galian C.

“Lapangan Usaha Perdagangan dan Jasa juga melambat seiring efisiensi belanja operasional melalui Inpres 1/2025, tercermin dari penurunan realisasi penerimaan pajak sebesar 25 persen dan penurunan penjualan kendaraan batu,” tutup Rizki.(*)


BACA JUGA