
Advokat WNR Dipolisikan, Farid Mamma: Hak Imunitas Tidak Bersifat Mutlak
MAKASSAR, GOSULSEL.COM – Kasus dugaan pencemaran nama baik yang menimpa Advokat inisial WNR terus berproses di Polrestabes Makassar.
WNR dilaporkan atas pernyataannya yang diduga mengarah pada fitnah dan menyerang pribadi pelapor, inisial AB di sejumlah media.

Farid Mamma, pengacara senior Makassar mengatakan, seseorang dapat saja melaporkan seorang lawyer yang memberikan pernyataan di media, namun hal ini harus dilihat dalam konteks kode etik advokat dan tujuan pernyataan tersebut.
Menurut Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI), kata Farid, advokat dilarang mencari publisitas atau menarik perhatian masyarakat melalui media massa mengenai tindakan-tindakannya sebagai advokat, kecuali jika keterangan yang diberikan bertujuan menegakkan prinsip-prinsip hukum yang wajib diperjuangkan.
Advokat, lanjut dia, yang memberikan pernyataan di media dalam rangka mewakili kepentingan kliennya dengan itikad baik dan sesuai kode etik tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata, karena hal itu merupakan bagian dari tugas profesinya dalam pembelaan klien.
Namun, jika pernyataan tersebut melanggar kode etik, misalnya memuat janji kemenangan atau pencemaran nama baik, maka advokat tersebut bisa dilaporkan ke Dewan Kehormatan Organisasi Advokat untuk proses lanjut sesuai aturan yang berlaku.
“Singkatnya Advokat boleh memberikan keterangan di media untuk membela klien jika sesuai kode etik dan itikad baik. Advokat dilarang mencari publisitas untuk kepentingan pribadi atau menarik perhatian secara berlebihan,” terang Farid.
“Pelanggaran kode etik bisa dilaporkan ke Dewan Kehormatan Advokat dan Perlindungan hukum diberikan selama advokat menjalankan tugasnya secara profesional dan sesuai aturan,” Farid menambahkan.
Saat dipertegas mengenai hak imunitas, Farid menegaskan bahwa hak imunitas tidak bersifat mutlak dan memiliki batasan. Advokat tetap dapat dimintai pertanggungjawaban hukum jika melanggar batasan-batasan tersebut.
“Hak imunitas hanya berlaku jika advokat bertindak dengan itikad baik,” tegas Farid yang juga Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Sulsel itu.
Dia menyebutkan, Advokat harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan koridor hukum dan tidak melanggar kode etik profesi.
“Pernyataan yang tidak relevan dengan kepentingan pembelaan klien atau tindakan di luar ruang sidang yang merugikan pihak lain dapat membuka ruang untuk pertanggungjawaban hukum,” jelas Farid.
Lebih lanjut, ia mengatakan, meskipun memiliki hak imunitas, terdapat beberapa kondisi di mana seorang advokat dapat dijerat hukum. Advokat dapat dijerat dengan Pasal 311 ayat (1) KUHP jika melakukan pencemaran nama baik.
“Setiap orang berhak atas kehormatan dan nama baiknya, dan pencemaran nama baik dapat meruntuhkan harga diri seseorang,” terang Farid.
Saat ditanya mengenai isu kriminalisasi yang dikaitkan dengan kasus WNR, Farid menjelaskan, itu terlalu dini untuk diarahkan ke situ. Polisi, kata dia, sebagai pihak yang menerima laporan tentunya mengedepankan proses profesionalitas. Sebagai pelayan masyarakat, Polisi tidak boleh menolak laporan seseorang.
“Makanya ada tahapan klarifikasi dan sebaiknya pihak terlapor memanfaatkan itu untuk memberikan klarifikasi hingga mengikuti proses penyelidikan nantinya,” tutur Farid.
Tujuan penyelidikan sebuah laporan pidana, kata Farid, adalah untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan apakah peristiwa tersebut dapat dilakukan penyidikan atau tidak.
Selain itu, sebut Farid, menurut Pasal 104 KUHAP, tujuan penyelidikan di antaranya mencegah terjadinya pelanggaran HAM.
“Penyelidikan adalah tahap awal yang penting untuk memastikan apakah laporan pidana yang diterima benar merupakan tindak pidana atau tidak. Jika nantinya dari hasil penyelidikan dikatakan bukan tindak pidana, maka tentu Polisi pasti akan menghentikan kasusnya. Jadi sebaiknya diikuti prosesnya biar kasus ini segera menemukan kepastian hukuman yang jelas dan tidak terus berpolemik,” tutup Farid. (*)