
Ekonomi Digital Terancam, Modantara Soroti Risiko Reklasifikasi dan Komisi Tunggal
JAKARTA, GOSULSEL.COM — Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara), mengapresiasi aksi penyampaian pendapat yang dilakukan oleh sejumlah mitra pengemudi pada hari Selasa (20/05/2025) lalu. Aksi tersebut sekaligus menjadi pengingat bahwa sektor mobilitas dan pengantaran digital adalah bagian vital dari kehidupan masyarakat modern.
Wacana pemaksaan komisi 10% dan reklasifikasi mitra menjadi pegawai tetap bukan hanya berisiko, namun bisa menghentikan denyut ekonomi digital Indonesia. Menyikapi hal ini, Modantara menegaskan posisi industri secara lugas, adil, dan berbasis kepentingan jangka panjang: Niat baik tidak boleh berubah menjadi krisis baru.

“Kami memahami keresahan mitra, namun solusi harus berpijak pada realitas ekonomi, bukan sekadar wacana politik,” ujar Direktur Eksekutif Modantara, Agung Yudha, dikutip via rilis, Sabtu (24/05/2025).
Ia menambahkan, “Ekosistem ini terbukti jadi bantalan sosial saat krisis, oleh karenanya kebijakan yang mengaturnya harus berpijak pada data dan mempertimbangan dampak jangka panjang.”
Komisi 10% Bukan Solusi Universal
Komisi tidak bisa diseragamkan seperti tarif parkir. Pembatasan komisi maksimal 10% justru bisa memaksa platform mengubah model bisnisnya secara drastis, menimbulkan dampak sistemik, dan mengganggu kestabilan ekonomi.
Setiap platform punya model dan target pasar yang berbeda. Komisi yang bervariasi memberi ruang inovasi, keberlanjutan layanan, dan pilihan bagi mitra. Penyeragaman justru bisa menghambat inovasi, mengancam layanan di area ber-margin rendah, dan menurunkan kualitas layanan.
Reklasifikasi Mitra = Hilangnya Pekerjaan
Gagasan menjadikan seluruh mitra pengemudi sebagai karyawan tetap terdengar mulia, namun bisa berdampak besar. Jika skema reklasifikasi diterapkan, lebih dari 1,4 juta pekerjaan terancam hilang dan PDB Indonesia bisa turun hingga 5,5% (Svara Institute, 2023).
Pengalaman internasional menunjukkan bahwa perubahan status ini berisiko menghapus 70–90% lapangan kerja di sektor terkait, menurunkan PDB hingga Rp 178 triliun, serta menaikkan harga layanan hingga 30% (terjadi di Inggris dan Spanyol). Dampaknya juga bisa memukul UMKM yang bergantung pada layanan pengantaran cepat.
Penyesuaian Tarif: Harus Adil, Realistis, dan Berbasis Data, Bukan Tekanan
Tarif layanan harus mempertimbangkan biaya operasional dan taraf hidup mitra, namun tetap realistis. Tarif yang terlalu tinggi justru dapat menurunkan minat konsumen, dan akhirnya merugikan semua pihak — tinggi tarifnya, tapi tidak ada yang beli.
Modantara mendukung kesejahteraan mitra, namun kebijakan tarif perlu dibuat secara bijak. Pemerintah Pusat dan Daerah harus mempertimbangkan daya beli masyarakat, variasi biaya operasional di tiap daerah, dan risiko berkurangnya layanan di wilayah non-komersial jika tarif tidak disesuaikan secara proporsional.
Regulasi Tarif Pengantaran Makanan dan Barang Jangan Disamakan
Pengiriman berbasis digital (On-Demand Service/ODS) berbeda dari logistik konvensional dalam cara kerja, kecepatan, dan fungsinya. Menyamakan tarif justru membatasi inovasi dan perlahan bisa mematikan industri yang dinamis ini. Saat ini, ODS masih diatur oleh UU Pos No. 38/2009, yang tidak lagi relevan dengan karakteristik layanan berbasis aplikasi yang cepat dan fleksibel.
Modantara mendorong peninjauan ulang regulasi secara menyeluruh, termasuk kejelasan koordinasi antar kementerian dan lembaga. Regulasi tarif harus menyesuaikan dengan realita operasional ODS yang beragam, baik dari jenis kendaraan, skema layanan, hingga fluktuasi permintaan dan jarak pengantaran.
Pendapatan Minimum: Baik di Atas Kertas, Berisiko di Lapangan
Modantara mendukung upaya meningkatkan kesejahteraan mitra, namun penerapan pendapatan minimum tanpa mempertimbangkan dinamika pasar digital bisa berdampak negatif. Platform bisa membatasi rekrutmen, menaikkan biaya layanan, hingga menghentikan operasional di wilayah yang dianggap tidak menguntungkan, yang justru memperlebar ketimpangan akses layanan.
Sebagai alternatif, Modantara mendorong pendekatan yang lebih adaptif dan kolaboratif. Dukungan dapat diberikan melalui akses pembiayaan UMKM, insentif fiskal seperti pembebasan PPN dan bea masuk onderdil, serta perlindungan sosial yang optimal melalui BPJS dan pelatihan kewirausahaan.(*)