
OJK Sebut Efisiensi Digital Jadi Alasan Ratusan Bank Tutup Kantor
JAKARTA, GOSULSEL.COM – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan penutupan kantor cabang bank yang ramai berlangsung tidak ada kaitannya dengan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK). Industri perbankan telah menyiapkan langkah antisipatif agar dampak dari penutupan cabang dapat diminimalisasi.
“Proses penutupan cabang yang berdampak pada pengurangan pegawai telah diantisipasi melalui program pelatihan ulang dan realokasi ke unit bisnis lain,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, Jumat (13/6/2025).

Dia juga menyatakan bahwa belum ada potensi PHK massal yang menimbulkan permasalahan serius. Bank-bank telah mematuhi peraturan ketenagakerjaan, termasuk pemberian kompensasi yang layak bagi karyawan terdampak.
Penurunan jumlah kantor cabang, menurut OJK, merupakan keputusan bisnis dari masing-masing bank. Perubahan ini terjadi seiring dengan perkembangan teknologi dan pergeseran perilaku nasabah. Layanan digital telah membuat akses perbankan menjadi lebih mudah, kapan saja dan di mana saja.
“Efisiensi operasional kini menjadi fokus utama. Akses layanan digital membuat kunjungan ke kantor cabang tidak lagi menjadi kebutuhan utama,” ucap Dian.
Sebagai informasi, OJK melaporkan jumlah kantor bank umum terus menyusut. Per Maret 2024, tercatat ada 24.243 kantor.
Setahun kemudian, jumlahnya menurun menjadi 23.734 unit. Bank-bank milik negara (Himbara) paling banyak menutup kantor, yakni 275 unit.
Disusul oleh bank swasta nasional (187 kantor) dan Bank Pembangunan Daerah (47 kantor). Sementara itu, jumlah kantor bank asing tetap di angka 19 unit.
OJK juga kembali menyoroti jumlah bank di Indonesia yang dianggap terlalu banyak. Hingga Maret 2025, tercatat ada 105 bank, hanya berkurang satu dari tahun sebelumnya.
Hal ini menjadi tantangan karena empat bank besar telah menguasai 56 persen total aset perbankan nasional.
“Kalau kami lihat ada bank-bank yang modalnya hanya mencapai batas Rp3 triliun lebih sedikit misalnya, itu tidak akan mampu bersaing,” kata Dian.
Ia menilai, bank bermodal kecil sulit menghadapi kompetisi dengan kehadiran superapps dan inovasi digital. Konsolidasi, menurut OJK, bisa menjadi solusi meskipun tidak bersifat wajib.
Dian mencontohkan keberhasilan penggabungan tiga bank syariah BUMN menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI), yang kini masuk 10 besar bank syariah dunia. (*)