Petugas BPJS Poliklinik Kesehatan Kulit Makassar ‘Paksa’ Hadirkan Pasien yang Tak Berdaya di Rumah

Selasa, 17 Juni 2025 | 20:28 Wita - Editor: adyn - Reporter: Agung Eka - Gosulsel.com

MAKASSAR, GOSULSEL.COM – Hj Fien Walangadi (86), wanita tua itu sudah tak berdaya di rumahnya di Tidung 4 Setapak 4 No 53 Perumnas, Makassar, Sulawesi Selatan. Ketika anaknya hendak mengambil obat di poliklinik Balai Kesehatan Kulit, Kelamin dan Kosmetika, di Jalan Veteran, Makassar, Selasa (17/6/2025), petugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di balai tersebut menolak memberikan pelayanan dan memaksa keluarganya untuk menghadirkan pasien.

Hj Latifa Walangadi, anak pasien peserta BPJS tersebut mengatakan, ibunya sudah tak bisa lagi diangkat dari tempat tidur, kondisinya kronis karena tubuhnya mengelupas akibat penyakit kulit. Saya sudah perlihatkan foto-foto ibu saya kepada petugas, bahkan saya memberikan nomor hand phone sebagai bentuk tanggung jawab jika ada hal-hal yang dianggap melanggar. Namun, tetap ditolak. Latifa kian kesal karena disuruh menunggu hingga tiga jam, alasan petugas tersebut mau menyampaikan terlebih dahulu ke bagian pengaduan di Kantor Cabang BPJS.

pt-vale-indonesia

“Tiga jam saya menunggu, ternyata tidak ada hasilnya, saya juga sudah memperlihatkan foto-foto kondisi ibu saya dan menitip nomor hp, tetapi sama sekali tidak menyentuh naluri kemanusiaan petugas itu,” ujar Latifa yang juga mantan pegawai Dinas Kesehatan di RS Labuang Baji.

Menurut Latifa, ibunya sudah periksa oleh dokter Zakiah di poliklinik tersebut, Senin (26/5/2025), berdasarkan rujukan dari Puskesmas, hasilnya diberi resep obat dan dianjurkan untuk melakukan kontrol pada Selasa (17/6/2025). Karena dokter sudah mengetahui kondisi pasien cukup kronis untuk dibawa ke poliklinik, dia menyarankan cukup di foto saja perkembangan lukanya, nanti diberikan resep obat.

Pada saat Latifa akan mendaftar di loket untuk konsultasi, dia disarankan terlebih dahulu melapor ke bagian BPJS, saat itulah petugas BPJS menolak dan meminta pasien dihadirkan. Latifa sudah menyampaikan permasalahan yang dihadapi pasien, tetap saja ditolak.
Fia, nama petugas BPJS di balai tersebut ketika dihubungi mengatakan itu sudah ketentuan. Fia mencoba menghubungi bagian pengaduan di kantor BPJS Cabang Makassar namun sekitar tiga jam petugas yang mengaku baru lima bulan bekerja itu tidak mampu memberi kejelasan pada keluarga pasien.

Karena kesal menunggu tak ada hasil, akhirnya Latifa menghadap langsung ke dokter dan  diberi resep untuk pengobatan lanjutan ibunya., “Saya bisa menebus resep obat di apotik tanpa pakai BPJS, hanya saja karena BPJS itu merupakan hak pasien makanya saya berusaha untuk meminta pelayanan BPJS,” jelas Latifa yang siang itu juga mendatangi Kantor Cabang BPJS untuk mengadukan masalahnya.

Ardi, Bagian Pengaduan di Kantor Cabang BPJS yang dihubungi mengatakan, untuk penanganan pasien lanjutan, si pasien memang harus bertemu dengan dokter, tidak boleh hanya dengan memperlihatkan foto pasien. Akan tetapi, jika dokter yang pernah memeriksanya menyatakan penyakit pasien kronis, maka untuk pengobatan lanjutan dokter boleh membuat iterasi obat yang disampaikan ke apotik untuk diproses ke BPJS agar diberikan obat untuk kebutuhan pasien sebulan, dan bulan berikutnya tidak perlu lagi menghadirkan pasien, demikian pula selanjutnya, kata Ardi.

Kasus yang dialami Latifa ini membuktikan bahwa petugas yang ditempatkan BPJS di poliklinik tersebut belum memahami prosedur yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, demikian juga dokter yang bekerja sama BPJS.  Akibatnya, terjadi kesalah fahaman yang mengesankan BPJS tidak konsisten dalam melayani masyarakat. Lebih ironis lagi, jika iuran BPJS telat dibayar sudah pasti dikenakan denda, sementara jika masyarakat hendak memanfaatkan haknya selalu berhadapan dengan kerumitan. (*)