
PUKAT: Ini Bukan Penyelundupan, tapi Perampokan Berskema
MAROS, GOSULSEL.COM — Aksi warga Maros yang membekuk seorang pria tengah mengisi solar subsidi ke tandon tiga ton dari sebuah SPBU, membuka tabir lama yang berbau anyir, mafia BBM bersubsidi masih hidup dan kenyang.
Video rekaman warga itu memperlihatkan sebuah truk modifikasi yang disambungkan ke pompa solar, mengalirkan bahan bakar subsidi seharga murah, untuk dijual dengan harga industri yang jauh lebih mahal.

“Ini praktik yang sudah lama kami curigai. Truk-truk seperti itu keluar masuk hampir tiap minggu,” kata Abhel, tokoh masyarakat yang ikut membongkar praktik tersebut, Jumat (14/06/2025).
Direktur Pusat Kajian Advokasi Antikorupsi (PUKAT) Sulawesi Selatan, Farid Mamma, menyebut dugaan penyelewengan itu tidak bisa dianggap enteng. Menurutnya, indikasi kuat tindak pidana korupsi terlihat jelas dari modus dan pola pembiaran yang diduga dilakukan oleh oknum aparat maupun pengelola SPBU.
“Jika ada keterlibatan aparat negara atau pembiaran oleh pihak-pihak yang seharusnya mengawasi distribusi subsidi, maka itu bukan lagi sekadar pelanggaran etik tapi sudah masuk wilayah korupsi yang merugikan negara dan hak publik,” ujar Farid, Selasa, (17/06/2025).
Menurut Farid, praktik penyelewengan seperti itu sudah memenuhi unsur pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
“Ini bukan sekadar penyelundupan. Ini perampokan terhadap hak rakyat miskin. Setiap liter yang dialihkan dari SPBU ke pasar gelap adalah kerugian ganda yakni negara rugi, rakyat susah,” ucapnya.
Kepolisian Resor Maros telah memulai penyelidikan. Kepala Sub Bagian Penmas Polres Maros, Ipda A. Marwan P. Afriady, menyebutkan bahwa sejumlah saksi telah diperiksa. Namun, Farid menilai, penyelidikan ini tidak akan berarti jika hanya menyentuh “pemain kecil”.
“Jangan berhenti di sopir dan tandon. Mafia seperti ini tidak bisa hidup kalau tidak dilindungi. Harus diurai sampai ke aktor intelektual dan jaringan distribusinya,” tegas Farid.
Menurut data lapangan yang dihimpun warga, solar bersubsidi yang seharusnya untuk petani dan nelayan kecil malah dipindahkan ke tempat penampungan ilegal, lalu dijual kembali kepada pelaku industri dengan harga tinggi. “Ini pembunuhan pelan-pelan terhadap warga kecil,” kata Abhel.
Warga pun mulai turun tangan. Sejumlah SPBU di Maros kini diawasi ketat oleh kelompok masyarakat. Mereka bertekad membawa laporan hingga ke pusat jika praktik ini dibiarkan berlarut.
Farid memperingatkan, jika aparat hukum gagal mengungkap skema ini secara tuntas, maka hal tersebut akan memperkuat budaya impunitas.
“Negara jangan absen. Kalau hukum hanya tajam ke bawah, maka wibawa pemerintah runtuh bersama bocornya solar bersubsidi itu,” ujarnya.
Kasus ini menjadi cermin buruk dari sistem pengawasan subsidi di daerah. Subsidi yang seharusnya menjadi penyelamat bagi rakyat kecil, kembali jatuh ke lubang gelap permainan rente. Teknologinya sederhana yakni tandon dan truk modifikasi tapi perlindungannya canggih yakni kolusi dan pembiaran dari dalam.(*)