Marak Investasi Kripto karena FOMO, OJK Ingatkan Hal Ini

Jumat, 20 Juni 2025 | 22:13 Wita - Editor: Dilla Bahar - Reporter: Agung Eka - Gosulsel.com

JAKARTA, GOSULSEL.COM – Investasi kripto saat ini ramai diperbincangkan pada tahun 2025. Kalangan gen z dan milenial memulai investasi digital itu setelah ramai influencer memamerkan penghasilannya melalui aset kripto.

Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperingatkan generasi muda agar tak terjebak fenomena FOMO alias Fear of Missing Out saat ingin mulai investasi kripto.

pt-vale-indonesia

“Untuk anak muda, (sebaiknya) tidak ikut-ikutan FOMO, lihat teman kiri-kanan, lalu ikut buka akun dan sebagainya. Pahami dulu (sebelum) akan melakukan transaksi ini, tentunya dengan pedagang yang sudah terdaftar di OJK,” tegas Kepala Direktorat Pengawasan Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK, Uli Agustina, Jumat (20/6/2025).

Uli menyampaikan, anak muda harus lebih dulu memahami jenis aset kripto yang ingin dibeli. Jangan cuma lihat harganya naik, tapi pahami juga whitepaper atau cetak biru proyek kripto tersebut, serta pahami bahwa harga kripto sangat fluktuatif.

Lebih lanjut, Uli membagikan cerita miris soal anak muda yang kehilangan uang kuliah gara-gara nekat investasi di kripto.

“Saya beberapa kali dapat message (pesan) dari teman-teman yang menangis karena mereka pakai uang kuliahnya untuk membeli aset kripto yang tidak tahu asetnya itu seperti apa dan uangnya hilang (mengalami rugi). Jadi, memang harus pahami benar untuk berhati-hati dalam kondisi tersebut,” jelasnya.

Tak kalah penting, Uli mengingatkan agar generasi muda berhati-hati saat mengakses platform investasi, apalagi jika memakai jaringan WiFi publik yang rentan peretasan dan pencurian data pribadi.

Direktur Strategi dan Kebijakan Pengawasan Ruang Digital Kemenkomdigi, Muchtarul Huda juga menekankan pentingnya perlindungan data pribadi dan literasi digital dalam investasi kripto.

“Yang pasti literasi digital itu harus tetap diutamakan. Kemudian perlu diinformasikan kepada masyarakat bahwa begitu pentingnya data pribadi yang dimiliki, sehingga penggunaan data pribadi harus sebijak mungkin,” katanya.

Muchtarul juga mengingatkan masyarakat untuk memahami hak subjek data pribadi, termasuk hak untuk mengakses, memperbaiki, menghapus, dan membatasi pemrosesan data.

“Khawatirnya, karena kita tidak tahu hak dan kewajiban pengendali, kita serahkan data kita begitu saja. Padahal di situ ada hal yang perlu kita pertimbangkan untuk kita jaga dan kewajiban pengendali juga untuk menjaga keamanan data kita,” tutup Muchtarul. (*)

Tags:

BACA JUGA