
OJK: 85 Persen BPR dan BPRS Penuhi Modal Mininum
JAKARTA, GOSULSEL.COM – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, 85 persen Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) dari 1.518 bank telah memenuhi modal inti minimum (MIM) per Maret 2025.
“Rinciannya ada 1.345 BPR dan 173 BPRS. Sebanyak 85 persen BPR/BPRS telah memenuhi modal inti minimum,” ungkap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, Jumat (20/6/2025).

Modal inti minimum untuk BPR sendiri adalah Rp6 Miliar. Aturan ini diatur dalam POJK Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan MIM BPR. Jika MIM tidak dipenuhi, maka BPR wajib melakukan konsolidasi akuisisi atau penggabungan (merger).
OJK juga menerbitkan aturan lebih lanjut, yakni POJK Nomor 21 Tahun 2019 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan BPR/BPRS sebagai upaya untuk memperkuat industri.
Dian menyebut, industri BPR/BPRS tengah dihadapkan pada sejumlah tantangan struktural.
Pertama, kata dia, terkait dengan permodalan dan disparitas skala usaha. Mayoritas BPR/BPRS masih berskala kecil dan menghadapi kewajiban untuk memenuhi pemenuhan modal inti minimum.
“OJK senantiasa mendorong dan mendukung BPR/BPRS untuk melakukan aksi korporasi melalui konsolidasi berupa penggabungan, peleburan atau akuisisi penambahan modal di setor dan pertumbuhan laba organik dengan fokus pada core business dan captive market masing-masing BPR dan BPRS,” jelas Dian.
Kedua, tantangan tata kelola dan manajemen risiko. Menurut Dian, kualitas SDM dan pengurus menjadi kunci penguatan industri BPR, sehingga dibutuhkan penerapan tata kelola yang baik dan manajemen risiko yang lebih efektif untuk meningkatkan kinerja industri BPR/BPRS.
“Sehingga BPR perlu meningkatkan kinerja dalam hal pemasaran, produk, aktivitas yang atraktif ditawarkan kepada nasabah. Serta mencegah dan mengidentifikasi lebih dini dari tindakan kecurangan atau fraud,” tandasnya.
Ketiga, tantangan digitalisasi. Kata Dian, BPR/BPRS harus menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan lembaga keuangan, khususnya untuk segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dari hulu sampai ke hilir.
“Oleh karena itu, OJK senantiasa mengingatkan bahwa daya saing atau competitiveness dan eksistensi bank pada saat ini dan mendatang akan sangat tergantung pada kemampuan bank dalam menerapkan dan mengelola teknologi, yang memerlukan biaya yang sangat besar,” imbuh Dian.
Dian berharap agar BPR/BPRS memahami dan melakukan langkah-langkah strategis ke depan, termasuk mempertimbangkan konsolidasi bank atau langkah-langkah lain untuk mendorong daya saing untuk menjawab tantangan struktural tersebut. (*)