Kisah Pilu Istri di Gowa: Mengandung dalam Luka, Ditinggal Tanpa Kata

Sabtu, 05 Juli 2025 | 19:02 Wita - Editor: adyn - Reporter: Agung Eka - Gosulsel.com

GOWA, GOSULSEL.COM – Senyum Li (26) perlahan pudar sejak ia menyadari bahwa rumah tangga yang ia impikan ternyata menjadi ruang penuh luka. Warga Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan itu, tengah mengandung buah hati pertamanya, namun bukan pelukan hangat suami yang ia dapatkan tapi justru kekerasan dan penelantaran.

Kisah Li, yang kini tengah mencari keadilan, bukan sekadar cerita sedih seorang istri. Ini adalah potret nyata perjuangan perempuan yang terluka, tapi tak menyerah.

pt-vale-indonesia

Cinta yang Menjelma Luka

Li menikah dengan TWF (28) pada 16 Januari 2025 di Kantor Urusan Agama (KUA) Bontomarannu. Baru tujuh bulan usia pernikahan itu berjalan, namun yang ia dapatkan jauh dari kata bahagia. Kekerasan verbal dan fisik menghantui kesehariannya saat tinggal bersama suaminya di Jawa Timur.

“Saya hanya tanya baik-baik, tapi malah dibentak, didorong. Saya dilarang kerja, tapi saat di rumah malah dibilang pemalas,” kenangnya lirih, Sabtu (5/7/2025). Kata-katanya pelan, tapi setiap kalimat membawa beban perasaan yang tak ringan.

Li juga mengaku dimanfaatkan secara finansial oleh sang suami. Ia diminta mengajukan pinjaman online dan menggunakan fitur Paylater untuk memenuhi kebutuhan pribadi TWF, mulai dari perjalanan dari Makassar ke Bali hingga pembelian mobil yang hendak dijual kembali.

Namun yang paling menyesakkan, adalah saat ia memberi kabar bahwa dirinya positif hamil pada Februari 2025. Alih-alih bahagia, TWF justru menyuruhnya menggugurkan kandungan.

“Saya disuruh minum obat, katanya belum siap punya anak. Tapi saya merasa sangat bahagia saat tahu saya hamil. Itu anak kami,” ujar Li, matanya berkaca-kaca.

Ditinggal Saat Hamil, Kontak Terputus, Suami Dekat Perempuan Lain

Sejak Mei 2025, keberadaan TWF tak lagi diketahui. Kontak terakhir Li hanya melalui sepupu TWF, yang menyebut bahwa TWF kini tinggal di Jawa Timur dan dikabarkan dekat dengan wanita lain. Semua akses komunikasi diblokir. Pihak keluarga suami pun tak menggubris kondisi Li yang sedang hamil.

“Saya merasa benar-benar ditinggalkan dalam kondisi paling rentan,” ucapnya.

Kuasa Hukum: Ada Unsur Pidana, Pelaku Harus Bertanggung Jawab

Menyikapi situasi memilukan ini, Farid Mamma selaku kuasa hukum Li angkat bicara. Ia menyebut pihaknya telah mengkaji alat bukti dan keterangan dari kliennya, dan menemukan adanya unsur pidana yang kuat.

“Kami melihat jelas ada tindak kekerasan dalam rumah tangga, penelantaran terhadap istri yang sedang hamil, dan dugaan eksploitasi finansial. Ini pelanggaran hukum yang serius,” kata Farid.

Ia menegaskan akan segera menempuh langkah hukum, termasuk membuat laporan ke pihak kepolisian.

“Kami tidak ingin kasus ini berlarut. Korban berhak atas perlindungan hukum, dan pelaku harus bertanggung jawab. Jangan sampai ada perempuan lain yang mengalami hal serupa,” tegasnya.

Menurut Farid, negara memiliki kewajiban untuk hadir dalam setiap kasus kekerasan terhadap perempuan, terlebih dalam konteks KDRT dan penelantaran saat korban berada dalam kondisi mengandung.

Perjuangan Belum Usai

Kini Li hanya berharap satu hal, keadilan. Ia ingin anak yang dikandungnya lahir dalam dunia yang lebih aman, lebih peduli, dan lebih adil.

Kisah Li bukan sekadar kabar duka dari balik tembok rumah tangga yang runtuh. Ini adalah pengingat bahwa di balik kekerasan, selalu ada suara perempuan yang berani bangkit, menuntut keadilan, dan berjuang untuk masa depan yang lebih baik. (*)

Tags: