
Alasan Nyeleneh di Balik Penundaan PBG di Maros: Ketika Dokumen Resmi Tak Diperlukan
MAROS, GOSULSEL.COM– Saat pemerintah pusat gencar mendorong percepatan layanan publik melalui sistem digital, di salah satu kantor dinas di Kabupaten Maros, warga justru disuguhi kenyataan pahit: berkas permohonan lengkap, proses sudah lewat tenggat, tapi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) tak kunjung terbit. Alasannya, nyaris tak masuk akal.
“Sudah berbulan-bulan saya tunggu. Semua berkas lengkap, sudah terverifikasi. Tapi sampai hari ini, PBG saya belum keluar juga. Alasannya? Sepotong surat keberatan dari Hj. Tikno, tapi sama sekali tidak memiliki dokumen pendukung termasuk dokumen yang menyatakan dirinya sebagai ahli waris,” kata Imran, salah satu warga pemohon, dengan nada kecewa, Kamis (24/7/2025).

Imran mengatakan seharusnya ia mendapatkan pelayanan cepat dan transparan, namun justru merasa seperti “bermain tebak-tebakan” dengan birokrasi.
Lebih nyelenehnya lagi saat Kepala Bidang Penataan Ruang PUTRPP Maros Kurniati dimintai keterangan melontarkan alasan penangguhan penerbitan PBG yang diajukan Imran lantaran dianggap bersengketa tanpa adanya status sengketa yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Maros ataupun pengadilan secara resmi.
“Tidak mesti pak ada dokumen resmi,” kata Kurniati saat ditemui diruang kerjanya. Satu alasan yang terdengar menggelikan dikeluarkan oleh pejabat di institusi publik, disaat warganya sudah berusaha patuh, mengikuti prosedur, dan membayar retribusi untuk daerah.
Panjang lebar menjelaskan, Kurniati seolah tetap kukuh membenarkan secarik kertas keberatan itu sebagai dokumen berkekuatan hukum setara dengan sertifikat hak milik (SHM), bukti pembayaran pajak, ahli waris dan lain-lain yang dikantongi Imran. “Meskipun tidak ada dokumen pendukung, objek yang diajukan Imran tetap sengketa karena ada surat keberatan,” kata Kurniati.
Alasan ini membuat pendamping Imran, Husain Jaelani bertanya-tanya: apakah demikian kualitas sumber daya manusia (SDM) yang diberi jabatan birokrasi vital disebuah pemerintahan? dokumen penting warga yang memiliki kekuatan dimata hukum sama sekali tak dijadikan acuan.
“Kalau dokumen resmi tak dibutuhkan, lantas dokumen apa yang menjadi alas penerbitan? Untuk apa melampirkan sertifikat, bukti pembayaran pajak semua itu?,” katanya.
“Yang buat surat keberatan ini bukan ahli waris, bukan pemilik dari sertifikat, tapi sepotong suratnya dibenarkan? Ini ada indikasi persekongkolan,” ucap Husain.
Pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR telah mewajibkan penggunaan sistem SIMBG, yang menyatukan proses perizinan bangunan secara online dan terintegrasi. Tujuannya: mempercepat, menyederhanakan, dan menghilangkan celah birokrasi berbelit.
Namun kenyataan di lapangan jauh dari semangat itu. Di Maros, SOP yang seharusnya menjamin PBG terbit dalam waktu maksimal 28 hari kerja, kerap tak dipatuhi. Bahkan ketika proses verifikasi sudah selesai, warga masih harus menunggu “mood birokrasi” untuk penerbitan dokumen.
Husain, sampai menduga ada praktik kolusi dalam pengurusan penerbitan PBG.
“Atau diduga kuat ada upaya penyerobotan yang dilakukan secara bersama-sama untuk mendapatkan kepentingan pribadi,” lanjutnya.
sejatinya, izin membangun bukan hanya soal kertas. Tapi soal hak warga untuk hidup layak dan menjalankan usaha dengan legalitas yang sah.
Jika Dinas PUTRPP Maros masih menunda dengan alasan yang tak masuk akal, mungkin yang perlu ditinjau bukan lagi dokumen warga—tetapi melibatkan pihak penegak hukum untuk membongkar praktik-praktik KKN ditubuh Dinas PUTRPP Maros.