Kanwil Kemenkum Sulsel Dorong Pendaftaran Indikasi Geografis

Minggu, 27 Juli 2025 | 19:19 Wita - Editor: adyn - Reporter: Agung Eka - Gosulsel.com

MAKASSAR, GOSULSEL.COM – Siapa yang menduga secangkir kopi dari lereng pegunungan mampu menembus meja-meja coffee shop di Eropa? Atau sehelai kain tenun tradisional, yang selama ini hanya dikenal di desa terpencil, kini dipamerkan dalam festival kerajinan internasional?

Cerita ini mengemuka dalam talkshow bertema “Indikasi Geografis: Potensi Lokal Menuju Pasar Global” yang disosialisasikan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum Sulawesi Selatan (Kanwil Kemenkum Sulsel) melalui ruang dengar kanal Radio di Makassar.

pt-vale-indonesia

Narasumber Analasi KI Kanwil Kemenkum Sulsel, Andi Nurfajri RA saat ditemui menjelaskan “indikasi Geografis atau Indigeo adalah suatu tanda yang digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu produk berasal dari suatu daerah tertentu, dan memiliki kualitas, reputasi, atau  arakteristik tertentu yang terkait dengan asal geografis suatu produk tertentu.” Sabtu, 26/07/2025.

“Misalnya, di Sulsel kita punya banyak daerah penghasil kopi, nah salah satu yang sudah terdaftar sebagai produk IG adalah Kopi Arabika Toraja. Lalu kita punya produk kerajinan tangan salah satunya yaitu Tenun Sutera Sengkang yang baru-baru ini juga sudah memiliki sertifikat Indikasi Geografis.”

Andi Nurfajri atau akrab disapa Denok menjelaskan lebih rinci bahwa Produk yang bisa didaftarkan sebagai Indikasi Geografis (IG) adalah produk yang memiliki kualitas, reputasi, atau karakteristik tertentu yang berkaitan erat dengan daerah asalnya. Artinya, keunikan produk tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor geografis, seperti alam (tanah, iklim, air) maupun manusia (keterampilan, budaya lokal)

Beberapa jenis produk Indikasi Geografis yang bisa didaftarkan diantaranya: 1. Produk Pertanian seperti  beras, beras ketan, 2. Produk Perkebunan contohnya kopi, kakao, teh, dan lain sebagainya 3. Produk holtikultura seperti sayuran mayur, buah-buahan, atau tanaman hias, 4. Produk olahan tradisional, contohnya dodol garut, emping melinjo dan minyak kayu putih, serta 5. Produk Kerajinan Tradisional; seperti kerajinan tangan atau barang seni yang khas karena Teknik turun temurun dan budaya lokal, contohnya Tenun Sutera Sengkang, Batik Tulis, ataupun kerajinan Gerabah.

Sementara itu, Kakanwil Kemenkum Sulsel Andi Basmal ditemui terpisah menambahkan, bahwa pendaftaran Indikasi geografis sangat bermanfaat bagi masyarakat, Pertama dari segi Perlindungan hukum, agar tidak disalahgunakan atau dipalsukan. Jadi nama produk IG yang sudah terdaftar ini tidak bisa digunakan sembarangan oleh produsen dari luar daerah asal. Contohnya hanya kopi yang berasal dari wilayah Toraja dengan standar tertentu yang boleh memakai nama Kopi Arabika Toraja.
Kedua, Meningkatkan nilai ekonomi produk di pasar nasional maupun internasional, jadi produk IG cenderung dijual lebih mahal karena keunikan dan jaminan kualitasnya. Ketiga, mendorong pengembangan ekonomi lokal, dengan pemberdayaan petani, pengrajin dan UMKM lokal. Selain itu bisa menjadi identitas budaya dan pariwisata suatu daerah, meningkatkan reputasi suatu daerah.
”Jadi, pendaftaran Indikasi Geografis bukan hanya melindungi produk, tapi juga memberdayakan masyarakat, menjaga warisan budaya, dan membuka akses pasar global. Itu sebabnya, IG sangat strategis untuk pembangunan ekonomi berbasis potensi lokal,” jelas Kakanwil Kemenkum Sulsel Andi Basmal.

Contoh produk Indigeo di Indonesia yang telah berhasil menembus pasar internasional. Kopi Gayo dari Aceh, sudah diekspor ke Eropa dan Amerika, Garam Amed dari Bali, yang disukai di pasar Jepang dan Jerman. Tenun Gringsing dari Bali juga, yang dikenal di ajang pameran luar negeri.  Ini bukti bahwa produk lokal bisa punya pasar global, asal dilindungi dan dikelola dengan baik

Tantangan dalam pengembangan IG di daerah masaih Kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya IG, Minimnya kelembagaan pengelola IG yang kuat, Data dan dokumen produk sering belum, lengkap.  Perlu sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan akademisi. Solusinya adalah dengan edukasi, pelatihan, dan dukungan dari semua pihak. dan tentu, pendampingan dari Kementerian Hukum terus kami tingkatkan. (*)


BACA JUGA