Makassar Biennale
Talk show Kita-Kita Go TV bersama pelaksana event Makassar Biennale 2015, Irfan Palippui, Kamis (22/10). (Repro: Nilam Indahsari/GoSulsel.com)
#

“Makassar Kota Dunia” dalam Makassar Biennale 2015

Kamis, 22 Oktober 2015 | 14:20 Wita - Editor: Nilam Indahsari - Reporter: Nilam Indahsari - GoSulsel.com

Halaman 1

Gowa, GoSulsel.com – Ketua Yayasan Colliq Pujie Art Movement, Irfan Palippui, juga ditanyai soal diangkatnya isu istilah “Makassar sebagai Kota Dunia” yang jadi unggulan Wali Kota Makassar saat ini, dalam Makassar Biennale 2015. Dalam kesempatan wawancara dalam talk show Kita-Kita produksi Go TV, Kamis (22/10), Irfan mengimbau agar pembayangan terhadap “Kota Dunia” tidaklah latah.

“Istilah “Makassar Kota Dunia” kita jangan gunakan sebagai istilah yang latah. Bahwa membayangkan istilah “Kota Dunia” itu dari segi infrastruktur. Menurutku, “Kota Dunia” adalah ketika warga kotanya sudah sangat manusiawi. Itu yang pertama harus dilihat. Benarkah program “Makassar Kota Dunia” sampai pada agenda bagaimana manusianya jadi manusia di dalam sana?” jelas Irfan.

pt-vale-indonesia

Lebih lanjut, Irfan mengutip perkataan pembicara pada simposium kemarin, Rabu (21/10), Iwan Sumantri, bahwa orang-orang yang tidak peduli sama seni itu sama halnya melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Ia juga mengibaratkan ketidakpedulian warga kota terhadap seni sama dengan hantaman el nino.

“Seperti yang saya kutip di awal, kota tanpa seni itu seperti el nino yang menghantam, el nino yang berkepanjangan. Yang ada cuma debu-debunya, kering apa dan sebagainya. Seperti itulah. Jadi mengukur kualitas kota, itu sangat bisa dilihat dari praktek seninya, praktek kebudayaan,” kata Irfan, berkias.

Halaman 2

Pada akhirnya, Irfan kembali menegaskan, istilah ini seharusnya membuat kita lebih peduli terhadap sesama manusia. Ia juga memberi cermin untuk mengkritisi konsep “Kota Dunia” dengan menyuguhkan apa yang terjadi di dunia pendidikan.

“Infrastruktur itu, world class university, itu istilahnya untuk kelas-kelas dunia. Itu dinilai bermasalah ketika hanya dilihat dari infrastruktur tok, bahwa kemajuan itu ada bangunan kokoh atau apa. Tapi ini kosong (tangan menyentuh kepala). Cara kita berhadapan secara manusia. Itu tidak terjadi. Kepedulian, kepekaan, itu tidak terjadi. Itu masalah besar, kan? Kota dunia tapi di mana-mana terjadi penggusuran,” tandas Irfan.


BACA JUGA