Dari Makna Filosofis Hingga Jadwal Pelaksanaan, Mari Mengenal Ritual Ma’nene di Toraja
“Ritual Ma’nene dilakukan setiap tiga tahun sekali dan biasanya dilakukan pada bulan Agustus, karena upacara Ma’nene hanya boleh dilaksanakan setelah panen dan umumnya musim panen jatuh pada bulan Agustus,” terang Papa Moge, Kepala Kampung Balle yang dipercaya warganya untuk membuka dan menutup kuburan jika ada ritual Ma’nene di wilayah tersebut.
“Konon kepercayaan Masyarakat adat Toraja yang sudah turun temurun percaya, jika ritual Ma’nene dilakukan sebelum masa panen, maka sawah-sawah dan ladang mereka akan mengalami kerusakan yang biasanya diserang oleh hama dan dimakan tikus,” jelas Papa Moge.
Ritual Ma’nene digelar tiga tahun sekali agar keluarga yang berada di perantauan bisa datang menjenguk orang tua atau Nene To’dolo mereka, sebagai bentuk penghargaan kepada leluhurnya. Selain itu, ritual Ma’nene berfungsi mempererat hubungan tali silaturahim orang Toraja perantauan dengan keluarga di kampung halaman. “Ini juga berguna agar perantau Toraja bisa terus bersilaturahim dengan orang tua yang masih hidup atau yang sudah meninggal agar lebih mengingat kampung halamannya,” ucap Papa Moge.
Pelaksanaan Ritual Ma’nene yang kerap digelar tiga tahun sekali bisa saja berubah. Sebab, ritual ini dijalankan berdasar pada kesepakatan dalam musyawarah Lembang.
“Prosesi adat Ma’nene kami gelar dalam tiga tahun sekali berdasarkan hasil kesepakatan musyawarah Lembang tapi kami akan kembali melakukan musyawarah dengan sesama warga agar event ini bisa dijadwalkan setiap tahunnya karena kegiatan ini bertujuan mempererat tali silaturahmi keluarga yang berada jauh di perantauan,” jelasnya.(*)