A'nganni adat Pattakkang di Gowa

A’nganni, Tradisi Bagaimana Masyarakat Gowa Meresapi Kapas Menjadi Sehelai Benang

Jumat, 23 September 2016 | 19:35 Wita - Editor: Irfan Wahab - Reporter: Marwan Paris - GoSulsel.com

Gowa, GoSulsel.com – Tradisi adat masyarakat kabupaten Gowa tak lepas dari nilai-nilai adat para leluhur mereka. Nilai tradisi itu sudah menjadi darah daging dari ratusan tahun silam hingga ke generasi-generasi mereka saat ini. Sehingga sulit untuk menentukan siapa dan semenjak kapan suatu tradisi adat di masyarakat Gowa seperti Pattakkang dimulai.

“Tradisi adat Pattakkang itu sudah turun-temurun dek. Dari nenek moyang ji dulu, ini tradisi sudah lama ada. Mungkin sudah ratusan tahun lalu dimulai. Tidak jelas kapan waktunya ini acara adat mulai diadakan,” kata pak Kahar, seorang warga di pesta adat, ketika ditanya oleh Gosulsel.com terkait pesta adat, Jumat (23/9)

Walaupun demikian tradisi ini tetap melekat hingga sekarang di masyarakat gowa sebagai bentuk kelestarian adat. Salah satu tradisi yang mencerminkan hal itu, ada pada tradisi a’nganni yang di jumpai Gosulsel.com, Jumat (23/9) di acara pesta adat Pattakkang, dusun Borong Rappo, desa Sokkolia, Bontomarannu, kabupaten Gowa.

Di dalam sebuah panyangbungi, istilah rumah panggung untuk acara adat yang terbuat dari batang bambu dan dihiasi janur kuning. Duduk melingkar sekelompok nenek dengan alat pemintal benang tradisional di hadapannya sambil serempak a’kelong (melantunkan lagu).

Kata Dg. Nurung, salah satu nenek yang lagi memintal. A’nganni merupakan tradisi dimana kapas dipintal menjadi helaian benang. Proses ini dilakukan selama sembilan hari sembilan malam lamanya. Setelah itu baru akan di a’nganne, yaitu proses dimana benang dirajut menggunakan alat tenun tradisional menjadi selembar kain yang pada umumnya berupa sarung.

Halaman: