FOTO: Konferensi pers Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di Makassar/Kamis, 15 Desember 2016/Andi Nita Purnama/Gosulsel.com

DJP Sulselbartra: Penyanderaan Penunggak Pajak Bukan Hukuman Kurungan

Kamis, 15 Desember 2016 | 19:21 Wita - Editor: Irwan Idris - Reporter: A Nita Purnama - GoSulsel.com

Makassar, Gosulsel.com – Penunggak pajak yang dikenai hukuman penyanderaan, ditempatkan di Lapas IIB Takalar dengan berbagai pertimbangan. DJP bekerjasama dengan Kementerian Hukum dan HAM memberikan penanganan terhadap wajib pajak tersebut.

“Memang kami sudah berkoordinasi dengan teman-teman dari Divisi Lapas. Pada awalnya memang kami mencoba untuk mencari di Makassar tapi karena pertimbangan kapasitas di Makassar sudah over dan memang ada yang kami jaga sesuai prosedur bahwa penyanderaan ini bukan suatu bentuk hukuman kurungan, tapi ini adalah upaya paksa. Sehingga salah satu usul kami, sandera tidak bisa digabung. Jadi, yang paling dekat dan memungkinkan adalah di Lapas Takalar,” ungkap Kakanwil DJP Sulselbartra, Neilmadrin Noor, Kamis (15/12/16).

pt-vale-indonesia

Lapas Takalar merupakan satu-satunya alternatif Lapas yang memungkinkan untuk sandera tersebut. Aturan yang diberlakukan bahwa sandera harus dipisahkan dengan tahanan lainnya.

“Lapas 1 Makassar ada 1001 tahanan, sehingga tidak ada lagi kamar kosong. Rutan 1 Makassar diisi 1700. Sudah tidak ada yang kosong. Kita cari yamng lebih dekat. Kebetulan Blok C Lapas Takalar ukuran 5×10 kosong, sebetulnya untuk orang ada kelainan jiwa/ sakit, tp karena over kapasitasnya di Makassar jadi kita tempatkan disitu,” tambah Kadiv pemasyarakatan Kemenkum HAM Sulsel, Jauhar Fardin, Kamis (15/12/16).

Upaya penyanderaan ini adalah upaya akhir dilakukan bukan karena besar kecilnya tunggakan wajib pajak. Walaupun memang hal tersebut menjadi salah satu pertimbangan, tetapi itu bukan menjadi justifikasi bahwa yang disandera adalah dengan besaran sekian.

Sebelum upaya penyanderaan dilakukan, sebelumnya telah dilakukan berbagai upaya. Penagihan persuasif juga telah dilakukan, tapi jika wajib pajak belum melunasi juga maka dilakukan penagihan aktif.

“Jadi bukan langsung penyanderaan, tapi sudah melalui suatu proses yang sebelumnya persuasif dan penagihan aktif,” tutur Kakanwil DJP Sulselbartra.

Penyanderaan ini dilakukan selama 6 bulan. Namun apabila wajib pajak tersebut belum juga melunasi, maka dilakukan perpanjangan selama 6 bulan. Maksimal penyanderaan hanya dapat dilakukan selama 2x 6 bulan.

Saat wajib pajak melunasi hutang pajaknya, maka hari itu juga wajib pajak tersebut dilepas dari penyanderaannya. Namun, jika belum juga melakukan pembayaran, maka wajib pajak akan dikeluarkan dari Lapas dengan tetap menanggung hutang pajak. DJP akan tetap melaksanakan upaya penagihan aktif selanjutnya.(*)