Demi Kemajuan Demokrasi, Wajar Jika Danny Terus Berjuang

Rabu, 25 April 2018 | 12:28 Wita - Editor: Baharuddin - Reporter: Muhammad Fardi - GoSulsel.com

Makassar,GoSulSel.com – Pilwali Makassar menjadi perbincangan nasional, bagaimana tidak calon Wali Kota petahana Moh Ramdhan ‘Danny’ Pomanto yang berpasangan dengan Indira Mulyasari Paramastuti (DIAmi) terkesan terus diadang.

Meski sudah ditetapkan sebagai pasangan calon, akan tetapi hasil dari proses hukum, sehingga pasangan ini terancam didiskualifikasi. Setelah bersengketa di Panwas yang dimenangkan KPU, kemudian berlanjut di PT TUN dan final di Mahkama Agung (MA). Hasilnya menguatkan putusan PT TUN dengan amar putusan mendiskualifikasi pasangan usungan koalisi rakyat ini.

pt-vale-indonesia

Sejumlah spekulasi dan penilaian publik mulai bermunculan pasca putusan MA. Tidak sedikit diantaranya menilai bahwa Pilwali Makassar tahun ini adalah presedent buruk terhadap sejarah demokrasi langsung di negeri ini.

Sehingga wajar saja jika Danny-Indira terus melakukan perjuangan untuk mengembalikan demokrasi kepada khittanya. Bersama koalisi rakyat, pasangan yang menggunakan tagline “Jangan Biarkan Makassar Mundur Lagi” ini akan terus melakukan upaya.

Hal ini bukan tanpa alasan, pasalnya peluang dan kemungkinan Danny-Indira melakukan upaya hukum masih terbuka. Jika dirinya didiskualifikasi, sebagai orang dirugikan memiliki ruang untuk keberatan atau mengajukan gugatan.

Terbaru, Danny menanggapi persoalan ini dengan santai. Dia merunut bahwa memang ada asas keadilan yang terabaikan jika ini dibiarkan berlarut-larut.

“Saya kira yang pertama adalah, ada pembelajaran aturan baku soal hukum berpilkada. Terutama dalam asas keadilan. Yang paling miris adalah yang digugat KPU tapi yang dirugikan kami,” kata Danny, Rabu (25/4/2018).

Pernyataan Danny bukan hanya wacana belaka. Pasalnya, selama proses hukum, pihak Danny tidak pernah dilibatkan untuk menyampaikan pendapat. Sehingga mamang wajar, jika alasan DIAmi tidak menjadi pertimbangan di meja sidang.

“Kami tidak bisa masuk sebagai intervensi di situ. Sehingga akan menimbulkan sebuah persepsi baru terhadap calon-calon yang tidak kuat, tapi kuat bisa mungurus hukum, maka dia lebih bisa menang dari pada orang-orang yang misalnya mendapat dukungan suara dari rakyat,” ucap Danny.

Kembali ke persoalan kualitas demokrasi. Jika ini menjadi salah satu instrumen yang dimanfaatkan oleh kandidat pasa event politik, maka bukan hal yang tidak mungkin akan mengalami kemunduran berdemokrasi. Artinya, tatanan demokrasi tidak berkualitas, karena asa kedaulatan di tangan rakyat menjadi hal yang terabaikan.

“Sehingga eserch atau inti daripada berPilkada adalah mendapatkan putra putri terbaik dari pilihan rakyat itu tidak akan tercapai. Karena orang bisa terpilih tidak lagi dipilih oleh rakyat, tapi dia terpilih karena bisa menggulingkan orang lain lewat hukum,” tegasnya.

Tentu ini akan menjadi acaman yang luar biasa dari tatanan berdemokrasi. “Ini akan menjadi contoh kasus di Indonesia dan Insya Allah kami akan terus mempersiapkan usaha-usaha hukum lain,” tandasnya.(*)

 


BACA JUGA