#Pilwali Makassar
Mantan Ketua PBHI Sulsel Pertanyakan Putusan Panwaslu
Makassar,GoSulsel.com – Mantan Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Sulsel, Wahidin Kamase, angkat bicara terkait dengan proses pemilihan wali kota (Pilwalkot) Makassar 2018, terlebih kepada putusan Panwaslu Makassar.
Menurutnya, Panwaslu Makassar berhak mempertahankan putusannya. Bahkan, dia sangat menyayangkan sikap dari KPU Makassar yang menolak mengeksekusi putusan itu.
“Putusan Panwaslu itu putusan hukum, yuridis. Dan kalau KPU tidak mau eksekusi, itu haknya tapi ingat ada regulasi, pasal 144 ayat 2 KPU memiliki kewajiban melaksanakan putusan Panwas,” katanya, Minggu (20/5/2018).
Dia pun sangat menyayangkan jika ada pihak yang menyatakan jika Panwaslu Makassar bagian dari tim sukses (timses) di Pilkada Makassar ini.
“Panwaslu tidak bisa diklaim sebagai timses karena ada produk yang dia putuskan, yang dia lakukan adalah pembelaan terhadap produknya (putusannya). Jadi tidak benar kalau panwas dianggap sebagai itu,” tandasnya.
“Kalau saya, panwaslu berhak mempertahankan produknya dan melakukan upaya-upaya penindakan terhadp KPU. Saya bilang lagi, kalau misalnya panwaslu seakan akan bertindak seperti tim sukses itu tidak betul,” sambung Wahidin Kamase.
Pada posisi netral, lebih lanjut dia melihat ada kekeliruan jika putusan Panwaslu Makassar diperhadapkan dengan putusan Mahkamah Agung (MA). Menurutnya, putusan keduanya merupakan perkara berbeda.
“Perbedaannya adalah substansinya antara putusan MA dan Panwaslu. Pertama putusan MA sudah dieksekusi, artinya sudah selesai. Sekarang ada putusan selanjutnya (putusan Panwaslu). Kalau persoalan nilainya, ada kontradiksi itu multitafsir pandangan orang berbeda-beda, tapi normanya adalah putusan MA sudah eksekusi, kemudian ada putusan baru oleh Panwaslu,” terangnya.
“Sebenarnya kalau dalam regulasi terjadi kekeliruan kalau memperhadapkan putusan panwaslu dengan MA. Itu kekeliruan itu, saya berpendapat putusan MA kan sudah dieksekusi, sekarang ada produk hukum lain,” jelas Wahidin berulang.
Untuk itu, dia mempertanyakan putusan Panwaslu Makassar mau dikemanakan dan untuk diapakan. Sementara dia menilai putusan itu wajib dijalankan oleh KPU Makassar.
“Panwaslu memutuskan SK 64 dibatalkan. Biar bagaimanapun apa yang dihasilkan Panwaslu itu putusan bukan keputusan. Persoalan selanjutnya, bagaimana KPU bersikap, itu putusan hukum loh,” tandasnya.
Atas kondisi demikian, kedepan, kata Wahidin perlu ada perbaikan regulasi tentang Pilkada agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda.
“Norma hukum harus jelas mengatur, tidak lagi menimbulkan anasir berbeda terhadap norma yang ada atau memberikan ruang terjadinya perbedaan. Selain itu Perma 11 tahun 2016 perlu diperbaiki kedepan, pihak terkait perlu diakomodasi dalam acara penyelesaian karena paslon memiliki kepentingan hukum yang cukup besar terhadap putusan,” harapnya.(*)