In Memoriam sang Guru Ishak Ngeljaratan: Menulis adalah Harga Diri!

Senin, 16 Juli 2018 | 23:32 Wita - Editor: Irwan AR -

Makassar, Gosulsel.com – Sulawesi Selatan kembali harus merelakan kepergian salah satu tokoh budayawannya, Ishak Ngeljaratan, Budayawan yang kerap didengar pidato kebudayaanya juga pikirannya lewat tulisan-tulisan di media itu telah wafat, Senin 16 Juli 2018 setelah sempat dilarikan ke rumah sakit.

Penganjur falsafah cinta kasih ini bahkan bersikeras tetap menulis saat jatuh karena kelelahan saat berlibur di Bali akhir pekan kemarin. Ketika berada di Makassar, sabtu lalu, seperti dituturkan sang istri tercinta, Nannu Nur Ngeljaratan di rumah duka, kompleks perumahan dosen Unhas, Tamalanrea Blok H No 2, HB pengampu mata kuliah filsafat di pasca sarjana Unhas ini drop dan harus dilarikan di rumah sakit Stella Maris.

pt-vale-indonesia

“Dalam keadaan sakit bapak minta dibacakan tulisannya yang dimuat di fajar, sebelumnya saat jatuh sakit di Bali, bapak bersikeras menulis, katanya menulis itu harga diri, bapak tidak mau orang harus bertanya kenapa tulisan Ishak Ngelajaratan tidak muncul,” tutur Nannu yang duduk di ujung peti jenazah sang Guru.

Mantan pengurus Dewan Kesenian Makassar (DKM) ini tutup usia di umur 82 tahun, seorang tokoh lintas agama dan budaya. Ia kerap membahas soal nilai-nilai bugis Makassar, Siri’ na pacce. Pemikiran yang luas dan mendalam membuatnya dijadikan guru bagi banyak akademisi, wartawan, budayawan dan juga pemimpin.

Sosoknya bersahaja, lugas, dan ramah dan berintegrasi tingg. Ia kerap kali mengundang ke rumahnya untuk minum teh dan berbincang soal budaya dan isu-isu hangat. Energinya seolah tak habis-habisnya. Ia masih sering hadir diberbagai pertemuan budaya atau dialog lintas iman walaupun harus naik becak dan angkutan umum.

Budayawan dan dosen purnabakti fakultas ilmu budaya Universitas Hasanuddin (Unhas) ini rencana akan dikebumikan pada hari Rabu 18/7/2018 pukul 10.00 wita di penguburan unhas di Pattene.

“Sebelum dikebumikan kami adakan malam ibadah misa penghiburan selama dua malam setelah itu pada hari Rabu pukul 10 bapak baru dikebumikan di penguburan unhas,” kata Luna ngeljaratan anak bungsunya.

Kepada pelayat, sang Istri menceritakan, Ishak Ngelajarat kerap mengungkapkan keinginanya dikebumikan di dekat Husni Djamaluddin, Sastrawan dan Budayawan sahabat beliau yang telah lama lebih dulu wafat. “Namun sepertinya tidak bisa diwujudkan jadi direncanakan akan dikebumikan di pekuburan Unhas di pattene dan sudah diurus oleh pihak unhas,” tutur Nannu.

Almarhum pria kelahiran 27 September 1936 di Tanibar Maluku Tenggara itu, tertidur tenang di dalam peti jenazah dengan wajah bersih dan rapi.

” Saat di rumah sakit ia minta seluruh perlengkapan kerapiannya, bapak memang suka rapi dan modis, bahkan jelang ajal bapak masih minta disemprotkan parfum,” masih tutur sang Istri.

Lelaki yang pernah mengajar di Australia ini, dikenal banyak berkawan dengan berbagai kalangan. Terutama dengan kalangan seniman. Dengan tokoh agama apapun ia senang berdialog. Semua dalam dialog yang saling mengisi bukan mengintimidasi dalam debat-debat panjang.

Penulis produktif ini juga dikenal punya kepribadian yang ramah dan berhati halus, tetapi ia juga tegas dan menjunjung integritas. Ia kerap kali tanpa tendeng aling-aling mengkritik dan berbicara lugas pada apa yang dianggapnya keliru. Tetapi juga sangat menghargai pendapat-pendapat.

Itulah mengapa kabar kepergiannya, menjadi duka banyak kalangan. seperti yang dirasakan Asia Ram Prapanca, tokoh Seniman di Sulsel.

” Di masa beliau menjadi dewan saya sudah pada waktu itu masih mahasiswa saya mengenal sebagai guru, teman dan sahabat akrab yang sering berdiskusi dan sering memuji mahasiswa penulis, sastrawan, pemain teater yang memiliki kapabilitas yang tinggi didalam dunia mereka, dia memuji anak muda yang sukses diberbagai hal terutama didalam karya-karya sastra, jurnalis,” ujar dosen UNM tersebut saat dihubungi, Senin malam tadi.

Ram Prapanca bahkan sudah berencana mengundang almarhum untuk dialog budaya 21 Juli mendatang. “berkali-kali saya tatap mukanya saya lihat wajahnya seperti kembali muda dan pipinya itu tidak seperti yang kelihatan terakhir kali ketemu sebelum beliau wafat itulah pak ishak
Harapan saya itu saya sudah ngomong kepada rekan rekan bahwa semua karya-karyanya tolong kita kumpulkan lalu nanti kita bukukan, saya siap untuk mencarikan dana untuk menerbitkan bukunya, saya siap untuk membantu,” ujarnya mengutarakan perasaannya saat melayat alarmahum.

Sang Guru itu telah pergi dengan damai. Ia meninggalkan pikiran-pikirannya untuk bangsa ini khususnya masyarakat Sulsel. (*)

 

reporter: Ahmad Fikri/Gosulsel.com