Krisis Air Bersih, Warga Bontoa Gunakan Air Tambak

Senin, 13 Agustus 2018 | 13:22 Wita - Editor: Baharuddin - Reporter: Muhammad Yusuf - GoSulsel.com

Maros,GoSulsel.com – Sejak dua bulan terakhir, ratusan warga di pesisir wilayah Maros, mulai mengalami krisis air bersih akibat kemarau. Beberapa diantara wargapun terpaksa menggunakan air tambak yang kotor dan keruh untuk keperluan sehari-hari, seperti untuk mandi dan mencuci.

Di dusun Mangara Bombang, Desa Ampekale, Kecamatan Bontoa, Maros, misalnya, setiap pagi dan petang puluhan warga mengambil air di sebuah empang yang airnya keruh bercampur lumpur. Mereka tidak punya pilihan lain, setelah dua sumur mereka mengering sejak beberapa bulan terakhir karena kemarau.

pt-vale-indonesia

Mereka terpaksa menggunakan air empang yang juga dipakai hewan ternak untuk minum.Pasalnya, air bersih hanya bisa mereka peroleh dengan membeli dari warga yang memiliki mobil pengakut air dan bak penampungan. Air bersih yang mereka beli itu, hanya digunakan untuk minum dan juga memasak.

“Sudah hampir dua bulan kondisinya begini. Air ini kita gunakan untuk mandi dan mencuci. Tapi kami kasi tawas dulu biar tidak keruh. Kalau untuk minum, kami beli dari pengatar air. Harganya itu lima ribu rupiah untuk tiga jerigen ukuran 10 liter,” kata seorang warga, Sintia, senin (13/8/2018).

Warga yang mengambil air di empang ini, rata-rata perempuan dan anak-anak. Ada yang menggunakan kendaraan, namun adapula yang berjalan kaki sejauh dua kilometer sambil menjunjung ember atau jerigen yang berisi air dari empang itu. Buka hanya sekali, mereka harus pulang balik hingga dua atau tiga kali setiap pagi dan petang.

“Sudah biasa kita begini setiap tahun, jadi sudah tidak dirasa capeknya. Yah dari pada kita beli air, kan otomatis kasi keluar uang lagi. Kalau bisa dikerjakan kenapa harus membeli,” lanjutnya.

Tak hanya orang dewasa, puluhan anak-anak usia sekolah pun terlihat ikut membantu orang tua mereka mengambil air di empang itu. Ada yang menggunakan gerobak, ada pula yang menggunakan sepeda. Setiap pulang sekolah, mereka mampir untuk mengambil air dengan menggunakan jerigen lima liter.

“Biasanya kalau pergi sekolah kita bawa jerigen lalu di isi dulu. Pulangnya baru kita bawa. Nah sore, kita datang lagi ambil air, biasanya sampai lima kali sehari pulang pergi pakai sepeda begini,” kata seorang anak SD, Rahmah.

Kondisi yang dialami oleh warga ini sudah setiap tahun dirasakan saat musim kemarau. Selain karena wilayahnya berada di dekat laut yang nyaris tidak ada mata air bersih, aksesnya yang jauh juga membuat pemerintah tidak bisa memasang instalasi air bersih dari perkotaan.

Hanya saja, warga berharap pemerintah mau memberikan bantuan air bersih secara gratis. Pasalnya, warga pesisir wilayah utara Maros ini kebanyakan warga kurang mampu, sehingga untuk membeli air bersih yang telah disediakan, pun mereka merasa sangat berat.(*)


BACA JUGA