Rupiah Kian Lemah, Ini Saran Ekonom Buat Pengusaha & Masyarakat Umum
Makassar,Gosulsel.com– Krisis ekonomi global masih menyelimuti Indonesia, imbasnya kian melemahkan kurs mata uang dalam negeri terhadap dollar AS. Hari ini, bursa valuta asing mencatatkan kembali pelemahan rupiah atas dollar AS hingga ke angka Rp14.900 dan seikit lagi menyentuh angka Rp15 ribu.
Kondisi pelemahan rupiah yang sedang terjadi dianggap masih sama sumber masalahnya, yakni dampak dari situasi negara lain. Menurut peneliti Ekonomi INDEF, Bima Yudhistira, kondisi terbaru tekanan krisis Turki dan Argentina yang merembet ke negara berkembang menimbulkan kekhawatiran para pelaku pasar global.
“Kini korbannya adalah Afrika Selatan dengan kurs Rand anjlok 16% sejak awal tahun,” ungkap[ Bima saat dihubungi via whatsApp, Rabu (5/9).
Tambah Bima, kondisi diperparah oleh rencana kenaikan Fed rate Amerika Serikat pada akhir September ini. Akibatnya investor melakukan flight to quality atau menghindari resiko dengan membeli aset berdenominasi dolar.
“Indikatornya US Dollar index naik 0,13% ke level 95,2. Dolar index merupakan perbandingan kurs dolar AS dengan 6 mata uang lainnya,” beber Bima.
Sementara dari dalam negeri kinerja perdagangan kurang optimal. Neraca perdagangan terus mengalami defisit. Ini berimbas juga pada defisit transaksi berjalan yang menembus 3% pada tw II 2018. Investor asing juga melepas kepemilikan surat utangnya. Yield spread antara SBN 10 th dan Treasury bond melebar.
Artinya pelemahan rupiah diproyeksi akan berlanjut hingga tahun depan diatas 15.000 batas psikologis yang bisa diterima sektor usaha. Bima mengingatkan pemerintah untuk waspada dan bersiap tahun depan.
“Tahun 2019 hrus diwaspadai kebijakan bunga acuan Fed yang akan naik tiga kali lagi bisa memicu pelemahan kurs lebih dalam,”
Menurut pelaku pasar saham nasional, Diah Amini, kondisi pelemahan rupiah memang seperti krisis 98 lalu, namun situasinya berbeda dengan kondisi ekonomi tahun ini.
“Sekarang ini lembaga keuangan kita seperti pebankan sudah lebih baik dan sudah punya mekanisme sendiri untuk menghadapi situasi lemahnya dollar tapi dollarnya sendiri tidak kuat-kuat amat,” ungkap Diah yang memiliki kafe 1Lote yang menjadi komunitas bursa pasar saham.
Gejolak global ini adalah normal sebagai negara yang punya transaksi memakai dollar AS, krisis tidak hanya membuat satu unsur jatuh tapi juga menjadi peluang bagi unsur lain untung. Seperti aktivitas ekspor dan momen yang baik untuk meraup wisatawan manca negara sebesar-besarnya.
“Walaupun itu juga membebani negara dengan utang-utang dari jaman dulu yang harus dibayar pakai dollar, utang ya harus diurai pemakian dan pengembaliannya seperti apa. Terus IHSG memang beberapal gagal break, hari ini -3,24 persen,” ungkap Diah.
Kondisi IHSG seperti itu bagi Diah mau tidak mau memaksa pemain di lantai bursa harus wait and see dan tidak panik serta lebih kuat mentalnya menghadapi situasi saat ini.
Baik Bima maupun Diah, menyarankan kepada pelaku usaha untuk melakukan efisinsi dan penghematan transaksi dollar serta mengoptimalkan kinerja perdagangan dalam negeri serta menggiatkan ekspor.
“Buat pengusaha harus mulai berhemat. Biaya produksi di tekan, efisiensi di segala lini sehingga siap menghadapi penurunan penjualan karena krisis,” saran Bima.
Pengusaha dan masyarakat umum diharapkan untuk mengurangi transaksi memakai kurs dollar dan melepas mata uang negeri Trump itu agar kurs rupiah tidak goyah.
Prof Marsuki DEA: Rupiah Kian Lemah, Pemprov Sulsel Harus Kurangi Pembangunan Infrastruktur
“Bagi pengusaha ya kurangi transaksi dengan dollar biar rupiah kita gak mudah goyah kalau perlu masyarakat melepas dollarnya dan memakai rupiah serta mengoptimalkan pemakaian produk-produk dalam negeri jadi tidak perlu barang-barang impor,” tutup Diah.(*)