sumber google

Kasus Prostitusi Online, Kadis PPPA Sulsel Anggap Pemberitaan Tidak Berimbang

Senin, 07 Januari 2019 | 23:47 Wita - Editor: Irwan AR - Reporter: Mutmainnah - Gosulsel.com

MAKASSAR, GOSULSEL– Belum surut peristiwa tersebarnya foto yang dianggap tidak pantas seorang Polisi Wanita (Polwan) Satuan Sabhara Polrestabes Makassar yang berakibat pemecatan, kini giliran kasus prostitusi artis Jakarta berinisial VA merajai pemberitaan Nasional.

Kedua kasus tersebut bukanlah masalah baru, namun dinilai sorot dan angle nya tetap sama. Jika pemberitaan tersebut muncul, penemuan dengan menempatkan perempuan sebagai posisi yang bersalah dan tersalah seakan menjadi titik utama pembicaraan.

pt-vale-indonesia

Kepala Dinas (Kadis) Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (PPPA) Sulawesi Selatan (Sulsel), Nur Anti, S.E., MT., pun menjadi salah seorang yang meradang dengan hal tersebut.

Kasus yang melibatkan tak hanya satu pihak tersebut dinilai Nur Anti juga harusnya melihat kasusnya secara utuh. Menurutnya pemberitaan yang terjadi dirasa tidak seimbang.

“Sekarang saja berita nya tidak seimbang, banyakan dibahas perempuan, padahal ada pasangannya dan samaji bejatnya kalau bicara moral. Kalau yang polisi tidak dibahas yang menyebarluaskan,” lantang Nur Anti.

Terkait adanya perlindungan hak perempuan berupa hak perlindungan untuk korban perempuan termasuk bantuan hukum bagi perempuan diiyakan oleh Nur Anti.

Lebih lanjut, Nur Anti menjabarkan perspektif yang berpusat pada perempuan sebagai korban kepada Gosulsel.com.

“Saya kurang tau kalau aturan di kepolisian, tapi kalau di pemerintah daerah ada prosesnya. Tapi kalau dilihat dari perspektif korban, kan perempuan ini kena tipu kasian,” terangnya.

Memandang perempuan sebagai korban serta dari sisi kemanusiaan, Nur Anti menyarankan proses edukasi dan rehabilitasi.

“Kalau sudah korban seperti ini tentu perlu rehabilitasi,” sarannya.

Ketua PPPA Sulsel Nur Anti SE. MT

Rehabilitasi susila dengan fokus penanganan kerusakan otak kanan disebut menjadi jalan yang pas untuk ditempuh dalam hal ini.
Namun, Nur Anti pun menyayangkan terbatasnya tempat rehabilitasi terkait.

“Tapi mereka kan orang yang bukan tuna harta, hanya tuna susila, jadi rehabilitasinya terkait dengan susila. Tapi sangat disayangkan masih sangat terbatas kita tempatnya yang bisa rehabilitasi kerusakan otak depan,” lirih Nur Anti.

Kasus tersebut secara umum, adiksinya sama dengan kasus narkoba. Pornografi dan pornoaksi pun diketahui belum ada secara khusus tempat rehabilitasinya.

Sebagai solusi jangka pendek, program rehabilitasi narkoba di pesantren bisa memberikan secercah harapan bagi Nur Anti sebagai pengobatan akibat pornografi.

“Ada beberapa program di pesantren yang bisa rehabilitasi narkoba mungkin juga bisa rehab kerusakan otak karena pornografi,” cetusnya.

Pada dasarnya, kerusakan otak karena pornografi lebih berbahaya dari pada narkoba. Pornografi merusak 5 bagian otak sementara narkoba merusak 3 bagian otak. Itulah mengapa fokus pada rehabilitasi korban perempuan berdasarkan perspektif Nur Anti dalam kasus tersebut, seharusnya diperhatikan.

Selain itu, diperlukan keefektifan program cybercrime agar pengaruh bisnis prostitusi online tidak semakin mendera hingga ke anak-anak sebagai generasi penerus.

“Yang Kita takutkan yang prostitusi online yang kecil-kecil bayarannya. Karena sudah banyak juga yang masuk ke anak, mucikarinya anak juga. Sangat perlu lebih diefektifkan program cybercrime. Karena sepertinya ke depan akan masuk dalam digital semua masalah,” ungkap Nur Anti.

Betapa sebuah peristiwa kini memang tak hanya sekedar melihat dari satu sudut pandang. Menghindari memandang kasus dari sudut pandang yang sempit. Kebijakan negara pun turut andil dalam tiap hal serta diharapkan implementasi kongkritnya.

“Karena ini masalah moral, satu yang penting juga adanya penguatan sendi-sendi agama dalam keluarga. Kebijakan memang juga ada tapi belum massif implementasinya,” tutur Nur Anti.


BACA JUGA