Konfrensi Pers tekait Pelaku Pariwisata Sulsel Keluhkan Tiket Mahal,Kamis (17/1/2019)

Tiket Pesawat Mahal, Pariwisata Sulsel Terancam

Kamis, 17 Januari 2019 | 16:10 Wita - Editor: Irwan AR - Reporter: Dila Bahar - Gosulsel.com

MAKASSAR, GOSULSEL.COM — Harga tiket pesawat yang melambung tinggi membuat industri pariwisata di Sulsel keteteran. Para stakeholder pariwisata mengaku kebijakan maskapai penerbangan tersebut membuat distinasi wisata di Sulsel tidak lagi menjadi pilihan utama bagi pelancong.

Hal ini diungkapkan Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulsel, Anggiat Sinaga. Ia menuturkan, harga tiket pesawat yang mahal akan mempersulit para wisatawan untuk melakukan kegiatan wisata ke luar daerah.

pt-vale-indonesia

“Sekarang itu, kegiatan kegiatan akbar, seperti rakor-rakor itu semua dipusatkan di Jawa. Karena kalau di luar Jawa, seperti di Makassar atau kawasan Indonesia timur lainnya, itu tiketnya pasti mahal. Panitia akan berpikir panjang,” jelas Anggiat dalam Konferensi pers bertajuk ‘Kegelisahan Industri Pariwisata di Sulsel 2019’ di Hotel Claro Makassar, Jl. AP Pettarani, Kamis (17/1/2019)

Tak hanya itu, Anggiat mengungkapkan, naiknya harga pesawat penerbangan domestik akan mengakibatkan devisa akan lebih banyak mengalir ke luar negeri.

“Pemerintah tidak sadar bahwa devisa itu akan lari ke luar negeri. Karena orang berpikir simple, lebih baik mereka melakukan penerbangan internasional, misalnya Makassar-Singapura, daripada penerbangan domestik, Makassar-Jakarta yang notabene harganya jauh lebih mahal,” terangnya.

Lebih jauh ia menuturkan, kegelisahan ini perlu disampaikan agar pemerintah bisa ikut serta dalam memberi solusi serta memberikan kontrol. Sebab menurutnya, kerugian industri pariwisata terjun bebas efek dari masalah tersebut.

“Sebenarnya saya juga tidak setuju dengan pernyataan Kemenhub, bahwa kenaikan harga itu sah sah saja. Jangan sampai satu per satu keok gara gara ini,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Indonesia Hotel General Manager Association (IHGMA) Andi Junaedi Salam juga menyebutkan bahwa Sulsel merupakan salah satu tujuan mise en place bagi para pejabat ataupun pelancong. Sehingga, awal tahun yang menjadi momen rapat penyusunan anggaran, sebagian besar ditempatkan di Jawa.

“Sulsel memang telah menjadi 60 persen tujuan mise en place. Memang awal tahun ini penyusunan anggaran dan lebih banyak ditempatkan di Jawa. Nah kalau lebih banyak di Jawa, bisa mati industri kita,” terangnya.

“Segmentasi pasar perhotelan di Sulsel adalah segmentasi mise. Kita sangat berharap pemerintah melakukan pengkajian yang lebih dalam lagi dan dicari formula yang lebih baik,” kata dia.

Praktisi Pariwisata BPPD, Kamaruddin Azis menambahkan bahwa hal ini berkaitan dengan bagaimana pemerintah mematikan potensi pasar yang saat ini dikembangkan, bukan hanya di Makassar tetapi juga di daerah lainnya.

“Potensi pasar itu banyak sekali, apalagi di daerah daerah seperti di Selayar, Bulukumba, Luwu Timur. Ada banyak penerbangan yang akan sepi penumpang jika kebijakan ini masih terus terjadi,” terangnya.(*)


BACA JUGA