CRC: ‘Swing Voters’ Didominasi Masyarakat Desa dan Pemilih Rasional
MAKASSAR, GOSULSEL.COM — Peserta Pemilu, baik calon anggota legislatif (caleg) dan calon presiden dan calon wakil presiden harus jeli melihat orang-orang yang belum menentukan pilihan atau swing voters. Di mana banyak faktor yang menyebabkan pemilih mengambang ini tidak gegabah dalam menentukan pilihan.
Direktur Riset Celebes Research Center (CRC) Andi Wahyudin mengatakan, swing voters akan banyak terjadi pada segmen pemilih yang belum mengetahui kandidat yang akan dia pilih karena informasi yang belum sampai.
Juga, swing voters bisa terjadi pada masyarakat sudah mengetahui kandidat yang bertarung di Pilpres maupun di Pileg, namun masih mempertimbangkan untuk memilih sampai mereka mengetahui visi-misi dan program yang bersangkutan.
“Karena informasi caleg belum sampai, dalam artian mereka belum pernah dengar atau belum tahu calon yang mereka akan pilih. Dan bisa jadi ada beberapa persen pemilih yang biasanya yang menentukan pilihan di masa kampanye mereka menunggu program dan janji-janji kampanye di masing-masing calon siapa yang mereka akan pilih. Menentukan pilihannya pas di detik-detik akhir pemilihan,” kata Andi Wahyudin, Jumat (18/1/2019).
Lanjut Wahyudin, orang yang belum banyak tahu soal informasi kandidat yang akan dia pilih biasanya marak di kalangan masyarakat desa. Sedangkan orang yang menentukan pilihannya karena mempertimbangkan dulu visi-misi dan program kandidat baik caleg ataupun capres biasanya marak di segmen pemilih rasional. Sehingga bisa disimpulkan, yang akan berpotensi menjadi swing voters adalah pemilih di pedesaan dan pemilih rasional.
“Kalau kita ke pelosok desa, ketika kita melakukan riset dan tanya siapa calon yang akan dia pilih, mereka selalu bilang belum menentukan pilihan. Mengapa belum menentukan pilihan karena mereka belum tahu, siapa calonnya. Ada juga yang menunggu tokoh masyarakat siapa yang ingin dipilih, gitu. Ketika pemilih rasional kelas menengah itu bukan karena alasan informasi belum sampai, tapi menimbang program,” tambah Wahyudin.
Untuk itu Wahyudin kurang sepakat jika swing voters digolongkan pada segmen pemilih berdasarkan usia. Karena ada uang beranggapan jika swing voters bakal didominasi oleh pemilih milenial. Wahyudin justru beranggapan, pemilih milenial lebih mudah menentukan pilihannya. Karena mereka mudah mendapatkan informasi dari kandidat yang bertarung di Pileg dan Pilpres melalui aktivitasnya di media sosial.
“Kalau dihubungkan dengan pemilih milenial, justru lebih mudah dalam menentukan pilihan. Meskipun lebih mudah menentukan pilihan tapi mereka lebih muda mengubah pilihan. Saya sering menganalogikan pemilih milenial itu anak muda yang mudah jatuh cinta tapi mudah juga pindah ke lain hati,” tandas Wahyudin. (*)