#Maros
HWDI Gelar Workshop Penyandang Disabilitas Perempuan dan Anak
MAROS, GOSULSEL.COM — Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Provinsi Sulawesi Selatan bekerja sama dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan Disability Right Advocacy Fund menggelar Workshop tentang hak-hak penyandang disabilitas perempuan dan anak bagi stakeholder komunitas adat di Kab Maros, Senin (18/3/2019) di Hotel Grand Town Mandai, Maros.
Pertemuan yang diikuti oleh sejumlah kepala desa, kelompok adat dan kelompok bantu diri ini menghadirkan Kepala Dinas DP3A Kabupaten Maros, Lembaga Bantuan Hukum dan dari HWDI Sulsel.
Dalam paparannya Kepala Dinas DP3A, Muhammad Idrus mengatakan jika pemerintah Kabupaten Maros saat ini sedang serius untuk pendampingan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Maros.
“Pemerintah Maros termasuk yang sangat aktif dalam mengawal perempuan dan anak baik itu pada wilayah pendampingan kasus maupun pemberdayaan dan program yang progender dan anak, bahkan sampai pada penyusunan anggaran atau pada musrembang, itu dari kecamatan sampai di kabupaten ada perwakilan dari perempuan dan forum anak,” ujar Idrus saat membawakan materinya.
Selain itu, bukti keseriusan pemerintah adalah diterbitkannya Perda Nomor 1 tahun 2018 tentang perlindungan perempuan dan anak. “Kita sudah ada Perda perlindungan perempuan dan anak, dan itu kita telah sosialisasikan turun ke masyarakat lewat berbagai program,” tutupnya.
Sementara itu ketua HWDI Sulsel, Maria Un mengatakan jika HWDI sampai hari ini telah melakukan banyak program di Maros.
“Jadi HWDI ini merupakan salah satu organisasi sosial masyarakat penyandang disabilitas di Sulawesi Selatan dalam melaksanakan programnya senantiasa berpedoman pada 3 pilar perjuangan organisasi secara nasional yaitu gender, advokasi dan pemberdayaan perempuan penyandang disabilitas,” ujar Mia.
Menurutnya, beberapa capaian HWDI secara nasional yang memiliki dampak ke seluruh Indonesia dan bahkan di tingkat ASEAN, diantaranya aktif memperjuangkan dan mendorong ratifikasi CRPD oleh Pemerintah Indonesia, mendorong pelibatan Organisasi Penyandang Disabilitas di tingkat ASEAN melalui ASEAN Disability Forum (ADF) dan sudah terakreditasi serta sekretariat berada di Jakarta.
“Secara aktif HWDI memberikan pedoman dalam advocacy dan lobby berkaitan dengan Draft Rancangan UU Penyandang Disabilitas untuk masuk dalam prioritas Prolegnas tahun 2015, juga mempromosikan CRPD untuk mewujudkan Disability Inclusion kepada perguruan tinggi, aparat penegak hukum, pelayanan publik di Jakarta,” lanjut Ibu Mia.
Lebih lanjut, Ibu Mia mengatakan jika hal ini sejalan dengan semangat UU No.19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas atau Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) dan UU Nomor 6 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
“Bagi penyandang disabilitas perempuan masyarakat adat, hadirnya kedua UU tersebut merupakan momen untuk memberdayakan diri agar mampu menjadi mitra strategis pemerintah dan berpartisipasi dalam semua tahapan atau proses perencanaan pembangunan di daerahnya. Selain itu penyandang disabilitas perempuan juga diharapkan dapat menjadi agen perubahan di komunitasnya,” lanjut Ibu Mia,
Terakhir, Mia menguraikan dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat utamanya pemangku kepentingan dalam memberikan perlindungan dan keadilan bagi penyandang disabilitas perempuan dan anak perempuan di komunitas dari kekerasan dan diskriminasi, maka ia bersama HWDI Sulawesi Selatan dan AMAN Sulawesi Selatan menggelat Workshop tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas Perempuan dan Anak bagi Stakeholder Masyarakat Adat di Kabupaten Maros.(*)