Salah satu pemenang ketiga Festival Kala Monolog, Hanun Salsabila
#

Ini Aktor Terbaik di Kala Monolog 2019

Senin, 09 September 2019 | 11:43 Wita - Editor: Irwan AR -

MAKASSAR- Taslim dari Komunitas Utara Senja akhirnya keluar sebagai penampil terbaik 1 dalam Festival Kala Monolog, 7-9 September 2019 di Etika Studio.

Event teater yang diselenggarakan oleh Kala Teater di kota Makassar sejak 2009 dan memasuki tahun kesebelasnya ini tadi malam ditutup dengan pertunjukan monolog oleh aktor kawakan Luna Vidya sekaligus pengumuman pemenang, Minggu malam, (8/9).

pt-vale-indonesia

Pemenang kedua dan ketiga berturut-turut, Mega Herdiyanti, dan Hanun Salsabila. Festival teater yang rutin digelar tiap tahunnya ini diikuti oleh 8 penampil yang rata-rata masih berstatus mahasiswa.

Sutradara dan penulis naskah Kala Teater, Shinta Febriany mengungkapkan , tahun ini Kala Monolog menyajikan naskah yang merupakan tafsir terhadap naskah kuno Bugis, Sureq Lagaligo. 

“Kita sengaja mengangkat Lagaligo untuk lebih mengenalkan tokoh dan cerita Lagaligo serta mencari relevansi atas kekinian terhadap kisah yang menjadi naskah sastra panjang tersebut,” ungkap Shinta yang juga bertindak sebagai dewan Juri.

Dewan Juri lainnya, Suprapto Budi Santoso dalam catatannya terhadap kedelapan penampil mengungkapkan bahwa monolog seperti pencerita.

“Jadi sebagai pencerita maka aktor sedang menceritakan kisah kepada penonton,” ungkap aktor senior ini.

Salah satu peserta yang menjadi terbaik kedua dalam Kala Monolog ke 11 ini, Mega Herdiyanti mengaku pencapaiannya ini memicunya makin penasaran dengan proses berteater. Mega yang tidak terlibat dalam organisasi kesenian manapun ini mengisahkan keterlibatannya di dunia seni sebagai bentuk rasa penasarannya.

“Waktu itu tidak bisa ikut di organisasi Seni di kampus lalu ikut studio keaktoran di Kala Teater dan sekarang mencoba ikut di Kala Monolog,” ungkap alumni kampus UMI Makassar ini.

Ia mengaku cukup memiliki hambatan kultural dalam menafsir ke pertunjukan naskah yang diambil dari kisah mitos Lagaligo ini.

Hambatan atas tafsir ke naskah ataupun ke atas pertunjukan diakui oleh Shinta.

“Saya sendiri berharap ada tafsir yang luwes atas Lagaligo ke kondisi kekinian, namun sepertinya masih perlu dibenahi karena aktor dan cerita ataupun naskah monolog dan Lagaligo masih seperti berjarak.” Ungkap Shinta.

Shinta juga mengungkapkan usaha ini akan terus dijalankannya. Karena event Kala Monolog ini dianggapnya sebagai usaha merawat ekosistem teater di kota Makassar.

Adapun naskah wajib pada festival ini ditulis oleh penulis dan penggiat teater di Makassar diantaranya “Bukan Sembarang Burung” karya Alfian Dippahatang.

Ada “Hikayat Kucing dan Petuah Dewi Padi” karya Mariati Atkah. “Ramalan yang Tertunda” karya Nurul Inayah. “Gugatan-gugatan dari dalam Tudung Saji” karya Rachmat Hidayat Mustamin.(#)


BACA JUGA