Front Perjuangan Rakyat (FPR) Sulawesi Selatan (Sulsel) menggelar aksi di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel, Senin (09/03/2020)/FOTO/AGUNG EKA/GOSULSEL.COM

Pelecehan Seksual di Kampus, FPR Sulsel Ingin Adanya Jaminan Keamanan Bagi Perempuan

Senin, 09 Maret 2020 | 18:54 Wita - Editor: Dilla Bahar - Reporter: Agung Eka - Gosulsel.com

MAKASSAR, GOSULSEL.COM – Front Perjuangan Rakyat (FPR) Sulawesi Selatan (Sulsel) menggelar aksi dalam memperingati International Womens Day (IWD) di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel, Senin (09/03/2020).

Koordinator Aksi, Sri Julanti pun menyebut aksi ini dilakukan lantaran banyaknya kasus pelecehan terhadap perempuan yang terjadi di beberapa kampus. Olehnya, itu pihaknya ingin adanya jaminan keamanan untuk para kaum perempuan.

pt-vale-indonesia

“Kami sebagai perempuan menginginkan adanya jaminan keamanan di dalam kampus dalam hal pelecehan dan sebagainya,” jelasnya.

Kata Sri, selama ini banyak mahasiswi yang kerap menjadi korban pelecehan. Hanya saja, tak banyak yang mau berkomentar atau menceritakan ini baik kepada pihak berwajib atau kerabat terdekatnya. Sebab, mereka takut adanya intervensi dari pihak birokrasi.

“Itulah kami mengajak teman-teman untuk bisa bicara, yang selama ini dirasakan karena pemerintah seharusnya mengstur regulasi mengenai jaminan keamanan kita,” lanjutnya.

Mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) ini pun juga bercerita mengenai beberapa temannya yang sempat menjadi korban pelecehan. Menurutnya, yang menjadi permasalahan ialah pihak birokrasi yang melakukan intervensi padahal hal dilakukannya merupakan tindakan yang salah.

Saat ditanya, mengenai jumlah kasus dan siapa yang menjadi korban, ia tak banyak bicara. Sri enggan menyebut nama mahasiswa tersebut lantaran tidak ingin menjadi bahan publikasi bagi media. Sebab, bisa saja nanti ada intervensi lagi dari pihak kampus.

“Yah sorry mungkin tidak terlalu saya tranparansikan karena teman saya tidak mau, tapi memang iya banyak,” akunya.

Dalam aksi tersebut, selain menuntut penghentian diskriminasi terhadap wanita, FPR juga menolak disahkannya Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law. (*)


BACA JUGA