Kinerja Ekspor Pertanian di Masa Pandemi Tetap Naik

Selasa, 26 Mei 2020 | 18:02 Wita - Editor: Andi Nita Purnama -

JAKARTA, GOSULSEL.COM — Sektor pertanian mempunyai peran yang penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Terlebih dalam situasi pandemi Covid-19 yang berdampak terhadap pelambatan pada semua aspek ekonomi.

Presiden Joko Widodo menyampaikan arahan yang sangat jelas bahwa aktivitas pertanian tidak boleh berhenti. Kementerian Pertanian diminta mengoptimalkan sumber daya manusia (SDM) pertanian untuk menggenjot produksi dan produktivitas bahkan ekspor

pt-vale-indonesia

Dibawah komando Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), ekspor produk pertanian justru menunjukkan kinerja yang terus membaik dan tercatat mengalami surplus.

Menurut Kepala Pusat Data dan Informasi Kementan, Ketut Kariyasa, senin (25/5) pada tahun 2019 saja, jumlah ekspor produk pertanian sekitar 43,26 juta ton dengan nilai Rp372,57 triliun. Sementara jumlah impor produk pertanian pada tahun yang sama sebesar 30,10 juta ton dengan nilai Rp250,86 triliun, sehingga ada surplus perdagangan sebesar Rp121,71 triliun dalam tahun itu.

“Bahkan selama Januari-April 2020, ekspor produk pertanian menunjukan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya,” kata Ketut.

Selama Januari-April 2020, Ketut menambahkan, nilai ekspor pertanian meningkat 16,9% dibandingkan pada periode yang sama tahun 2019, dari Rp115,18 triliun meningkat menjadi Rp134,63 triliun. Surplus perdagangan produk pertanian selama Januari-April 2020 juga meningkat signifikan, yaitu 32,96%, dari sebesar Rp33,62 triliun (Januari-April 2019) meningkat menjadi Rp44,70 triliun (Januari-April 2020).

“Tahun 2019, Cina adalah negara tujuan ekspor utama produk pertanian kita. Dari ekspor produk pertanian senilai US$ 26,31 miliar (Rp372,57 triliun), sebanyak 15,93% diekspor ke Cina. Negara tujuan ekspor berikutnya adalah India dengan pangsa pasar 11,24%; disusul Amerika 9,03%, Malaysia 5,05%; dan Pakistan 4,73%,” ujarnya.

Sepanjang tahun 2019, menurutnya, Indonesia justru mengalami surplus perdagangan dengan Cina.

“Nilai ekspor produk pertanian Indonesia ke China selama tahun 2019 sekitar Rp55,07 triliun dan nilai Impor Rp28,68 triliun, sehingga ada surplus Rp26,39 triliun. Pada tahun 2020 (selama Januari-Maret) Indonesia juga mengalami surplus perdagangan dengan Cina sekitar Rp2,41 triliun,” jelasnya.

Ketut mengakui Indonesia masih mengimpor beberapa produk pertanian hortikultura, sayuran dan buah-buahan.

“Pada tahun 2019, impor produk hortikultura untuk kelompok sayuran terutama bawang putih yang mencapai US$ 547,01 juta, atau Rp7,75 triliun, disusul kentang, kebanyakan dalam bentuk kentang olahan sekitar US$124,89 juta atau setara Rp1,77 triliun dan bawang Bombay US$74,55 juta setara Rp1,06 triliun. Sementara impor untuk jenis sayuran bunga kol, brokoli dan kubis hanya US$ 7,84 juta (Rp110,96 miliar),” jelas Ketut.

Untuk produk buah-buahan, nilai impor selama 2019 menurut Ketut sebesar US$1,23 miliar (Rp17,38 triliun).
“Impor produk buah-buahan terbanyak adalah Anggur US$ 385,16 juta, setara Rp5,45 triliun, disusul Apel sebesar US$ 344,01 juta setara Rp4,87 triliun, Jeruk US$ 259,09 juta setara Rp3,67 triliun, dan Pir US$ 236,35 juta atau setara Rp3,35 triliun,” ungkapnya.

Namun demikian Kementan yang dinahkodai oleh Mentan SYL, ke depan, menurutnya terus bekerja keras berupaya untuk meningkatkan ekspor produk pertanian.

“Ekspor akan terus ditingkatkan dan ada saat yang sama juga mengurangi impor melalui peningkatan produksi dalam negeri, agar melalui surplus perdagangan produk pertanian yang semakin meningkat diharapkan peran sektor pertanian dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional semakin nyata,” pungkasnya.(*)


BACA JUGA