Pemprov-BI Sulsel Siapkan Strategi Kendalikan Inflasi Akhir Tahun 2021
MAKASSAR, GOSULSEL.COM — Pada November 2021, Sulsel mengalami inflasi sebesar 0,37 persen, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 0,04 persen. Penyumbang utamanya dari kenaikan harga tiket transportasi.
Kelompok penyumbang inflasi utamanya berasal dari kelompok transportasi yang mengalami inflasi sebesar 1,78 persen. Inflasi Sulsel secara keseluruhan baik tahunan maupun tahun kalender tercatat sebesar 1,97 persen (yoy) dan 1,47 persen (ytd).
Hal itu terungkap saat Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulsel menggelar High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian inflasi Daerah (TPID). Kegiatan ini digelar di Hotel Claro, Kamis (02/12/2021).
Kegiatan ini bertema Penguatan Kerja Sama Antar Daerah Dalam Pengendalian Inflasi di Sulsel. Dan digelar dalam rangka koordinasi strategi pengendalian inflasi akhir tahun 2021 sekaligus menyiapkan langkah yang diperlukan dalam mengantisipasi risiko inflasi tahun 2022.
Ketua TPID Provinsi Sulsel yang juga sebagai Plt Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman mengatakan, inflasi terjadi hampir di seluruh kelompok pengeluaran. Kecuali pada kelompok Kesehatan dan Pakaian dan Alas Kaki.
“Kelompok komoditas pendorong inflasi Sulsel November 2021 terutama adalah kelompok Transportasi; Makanan, Minuman, dan Tembakau; dan Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga,” bebernya.
Ia menjelaskan, kenaikan harga pada kelompok transportasi terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga tiket angkutan udara dan angkutan dalam kota seiring dengan pelonggaran perjalanan masyarakat.
Selanjutnya, kenaikan pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau, terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga minyak goreng seiring dengan tren peningkatan harga Crude Palm Oil (CPO) dunia, yang adalah bahan baku utama produksi minyak goreng.
Adapun kenaikan harga pada kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga semen dan genteng metal.
“Di sisi lain, inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh deflasi pada kelompok kesehatan, terutama dipengaruhi oleh penurunan harga vitamin dan obat-obatan lain, seiring menurunnya kasus aktif Covid-19 di wilayah Sulsel. Sementara itu, deflasi pada kelompok pakaian dan alas kaki terutama dipengaruhi oleh penurunan harga kerudung atau jilbab, celana panjang katun pria, dan gaun atau baju terusan wanita,” tandasnya.
Mencermati risiko inflasi akhir tahun 2021 dan risiko inflasi 2022, Andi Sudirman Sulaiman juga memberikan arahan yang berfokus pada mendorong realisasi pelaksanaan KAD untuk pemenuhan kebutuhan pangan, melakukan pemantauan harga secara rutin, melaksanakan operasi pasar, dan menyusun program pengendalian inflasi untuk tahun 2022 baik di tingkat
“Ke depan, kolaborasi TPID Sulsel dan TPID Kabupaten/Kota di Provinsi Sulsel masih akan terus dilakukan untuk mengambil langkah-langkah pengendalian inflasi di Sulsel. Sehingga, upaya tersebut diharapkan dapat semakin mendorong pemulihan ekonomi baik di tingkat Kabupaten/Kota, provinsi maupun juga nasional,” ungkapnya.
Program pengendalian inflasi TPID Provinsi Sulsel akan tetap mengacu pada strategi 4K. Adalah ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif.
Implementasi KAD antar Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan akan didorong realisasinya agar kebutuhan pangan daerah yang mengalami defisit dapat terpenuhi. Dan adanya jaminan ketersediaan pasar pada daerah pemasok sehingga kestabilan harga baik di tingkat konsumen maupun petani dapat terjaga.(*)