Di Balik Vale Menambang, Ada Lingkungan yang Terjaga
MAKASSAR, GOSULSEL.COM – PT Vale Indonesia Tbk bukan hanya perusahaan tambang nikel yang berfokus pada profit. Di area konsesi tambang Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, perusahaan asal Brasil itu juga ikut menjaga lingkungan sekitar.
Buktinya, Vale telah mereklamasi lahan pasca tambang seluas 3.818 hektar dari total 5.400 hektar area yang sudah dibuka untuk aktivitas pertambangan per Agustus 2024.
Lahan pasca tambang itu sudah terdapat lebih dari 4,46 juta pohon dengan setiap tahunnya ada 700.000 bibit pohon yang ditanam. Bibit yang ditanam adalah pohon lokal termasuk spesies endemik seperti eboni, dengen, dan kaloju.
Vale menargetkan mampu memperluas reklamasi lahan pasca tambang sampai 70 persen atau 4.195 hektar dari total luas area 5.996 hektar yang dibuka.
“Tetapi di luar konsesi kita juga sudah tanam 250 persen dari yang kita buka 50 tahun,” ujar Head of Corporate Communications Vale Indonesia, Vanda Kusumaningrum, saat Pelatihan Jurnalistik di The Backyard, Makassar, Sabtu (30/11/2024).
Reklamasi lahan pasca tambang selaras dengan kampanye WALHI Sulsel yang serius dalam menjaga kondisi hutan. Apalagi, total luas hutan yang hilang di Sulsel sudah mencapai 85.270 hektar.
“Untuk itu, lahan pasca tambang ini akan mengembalikan hutan,” tambah Vanda.
Di antara area tambang Blok Sorowako, pemandangan yang cantik disuguhkan Danau Matano. Air di danau purba dan terdalam itu sampai sekarang masih jernih meski berada di wilayah pertambangan. Di sana ikan-ikan spesies endemik juga masih bisa dijumpai di permukaan danau.
Vanda mengatakan, Vale konsisten menjaga Danau Matano dari pencemaran. Upaya pelestarian dilakukan dengan membangun 100 kolam pengendapan (pond) dan pengelolaan limbah cair yaitu Lamella Gravity Settle (LSG) dan Pakalangkai Wastewate.
“Kami terus mengedepankan keberlanjutan dengan memperhatikan aspek lingkungan sekitar,” tutup Vanda.
Prinsip Kehati-hatian Sebelum Menambang di Blok Tanamalia
Konflik Blok Tanamalia di Loeha Raya, Kecamatan Towuti yang masuk area tambang blok Sorowako juga menjadi perhatian khusus oleh Vale. Masyarakat sekitar menolak keberadaan Vale sebab khawatir merusak ekosistem hutan dan kebun merica milik mereka.
Vale sendiri punya wewenang dalam mengelola lahan yang juga kawasan hutan seluas 17.239 hektar di Blok Tanamalia sesuai Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor SK850MenLHK/Setjen/PLA.0/10/2021.
“Kami paham dengan keluhan masyarakat di sana untuk itu kami berhati-hati sebelum mulai menambang di Tanamalia,” kata Vanda.
Vale, lanjut Vanda, saat ini terus membuka ruang dialog dengan mengundang masyarakat Loeha Raya dan NGO termasuk WALHI Sulsel. Dia menegaskan prinsip kehati-hatian lebih diutamakan sebelum menambang.
“Kita terus libatkan masyarakat dan WALHI untuk berdiskusi soal blok Tanamalia ini. Kita harus pertimbangkan apa saja yang terdampak,” ucapnya.
Adapun aktivitas eksplorasi Tim Indonesia Growth Project (IGP) Tanamalia masih dalam tahap drilling atau pengeboran untuk mendata besaran sumber daya mineral di area tersebut. Proses ini ditargetkan dapat selesai hingga 2027.
Selain itu, Vale memberdayakan masyakarat Loeha Raya dalam proyek penambangan di Blok Tanamalia. Hingga kini, sudah 199 talenta lokal dari Desa Loeha, Rante Angin, Masiku, Tokalimbo, Bantilang dan Mahalona yang dilibatkan.
Rehabilitasi DAS Hingga Normalisasi Sungai
Cita-cita Vale sebagai perusahaan tambang nikel yang berkelanjutan juga diwujudkan melalui program rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS).
Komitmen menjalankan program rehabilitasi tertuang dalam kontrak karya (KK). Di mana salah satu kewajibannya adalah memulihkan DAS sesuai arahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Menilik data WALHI Sulsel, DAS di Sulsel memang mengkhawatirkan. Dari 139 DAS yang ada, hanya 38 yang tergolong sehat, sementara 101 DAS berada dalam kondisi kritis.
Sementara itu, DAS punya banyak fungsi bagi lingkungan. Selain menampung air hujan ke danau atau ke laut, daerah ini mencegah bencana seperti banjir dan kekeringan.
Melalui program rehabilitasi, Vale telah menanam kembali 16 juta pohon di lahan DAS seluas 14.665 hektar, yang tersebar di 15 kabupaten di Sulsel seperti Barru, Enrekang, dan Gowa, sedangkan untuk luar Sulsel berada di tiga kabupaten Jawa Barat.
Berikutnya, normalisasi sungai. Vale memastikan seluruh area tambang di Blok Sorowako Luwu Timur, Blok Bahodopi Morowali Sulawesi Tengah, dan Pomala Sulawesi Tenggara tidak akan mencemari lingkungan sekitar termasuk sungai.
Chief Project Officer Growth Project PT Vale Indonesia, Muhammad Asril mengungkapkan, tim secara rutin mengecek kondisi sungai bersama Dinas Lingkungan Hidup setempat.
“Kami selalu cek kualitas air di sana seperti di sungai sekitar tambang kita di Desa Bahomtefe, Kabupaten Morowali,” katanya.
Asril juga menepis tudingan yang dialamatkan kepada Vale yang disebut mencemari sungai di Blok Bahodopi sehingga membuat bencana datang dan kesehatan warga terganggu.
Dia menyebut, biang keladi dari pencemaran sungai berasal dari aktivitas tambang ilegal di sekitar area konsesi. “Kalau di katakan mencemari itu tidak benar, di sana bukan cuma Vale saja. Di sana banyak tambang ilegal,” tambahnya.
Vale Memaknai Keberlanjutan: Masyarakat Sejahtera, Lingkungan Terjaga
Makna keberlanjutan bagi Vale begitu penting. Prinsip ini mengutamakan pelestarian lingkungan dan masyarakat sekitar area konsensi tambang ikut sejahtera.
Vanda menyampaikan, Vale harus hidup berdampingan dengan masyarakat. Tidak hanya memandang aspek pendapatan, aspek sosial juga menjadi perhatian sampai 56 tahun Vale berdiri.
“Vale berkomitmen kepada keberlanjutan dengan berbagai program yang dilakukan untuk masyarakat dan lingkungan,” katanya.
Upaya pelestarian lingkungan sudah dilakukan mulai dari program DAS, pembangunan LSG, dan Nursery atau tempat pembibitan pohon.
Sedangkan untuk kesejahteraan masyarakat, Vale telah memberdayakan talenta lokal sebagai pekerja di area tambang, membantu petani dan UMKM meningkatkan produktivitasnya.
“Dan ini kita sudah buktikan dengan mendapatkan 4 kali penghargaan PROPER dari Kementerian LHK,” tutup Vanda. (*)