
KPK Soroti Pengelolaan Pokir DPRD yang Rentan Korupsi, Tekankan Pentingnya Tata Kelola Bersih
MAKASSAR, GOSULSEL.COM — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti potensi penyimpangan dalam pengelolaan Pokok-pokok Pikiran (Pokir) DPRD, yang merupakan bagian penting dalam perencanaan pembangunan daerah.
Menurut KPK, meskipun pokir diatur dalam Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 sebagai mekanisme untuk menyalurkan aspirasi masyarakat, praktik di lapangan sering kali mencederai prinsip akuntabilitas, dengan terjadinya penyalahgunaan anggaran dan praktik korupsi.

Dalam Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi yang digelar KPK pada Kamis (15/05/2025) di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Wakil Ketua KPK, Ibnu Basuki Widodo, menegaskan pentingnya menjaga integritas dalam pengelolaan pokir.
Ia menegaskan bahwa pokir bukanlah ruang untuk kompromi politik atau transaksi kepentingan, melainkan amanat konstitusional yang harus dikelola sesuai aturan yang berlaku.
“Pokir itu bukan ruang kompromi politik atau alat tukar-menukar kepentingan, melainkan amanat konstitusional yang wajib dikelola sesuai regulasi,” ujar Ibnu di hadapan kepala daerah, jajaran DPRD, dan OPD se-Sulawesi Selatan.
KPK mengidentifikasi sektor pengadaan barang dan jasa (PBJ) sebagai area yang paling rentan terhadap korupsi, termasuk dalam implementasi pokir.
Ibnu mengungkapkan bahwa banyaknya paket pekerjaan dengan anggaran kecil, serta ketidaksesuaian antara usulan DPRD dan rencana OPD, memicu potensi penyimpangan anggaran dan praktik suap.
Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah IV KPK, Edi Suryanto, mengingatkan pemerintah daerah agar tidak mengabaikan ketentuan terkait pokir.
“Kami akan memantau tiga prioritas besar, yaitu masalah PBJ, sektor perizinan, dan postur anggaran di perencanaan dan penganggaran,” jelas Edi.
KPK juga mendorong peningkatan peran aparat pengawasan internal pemerintah (APIP) untuk memperkuat pengawasan, terutama mengingat banyak kepala daerah baru yang memerlukan dukungan dalam menjalankan pemerintahan yang bersih.
Meskipun ada tantangan, capaian Monitoring Center for Prevention (MCP) untuk Provinsi Sulsel mencatatkan skor tinggi, dengan Pemerintah Provinsi Sulsel memperoleh 85,81 poin.
Namun, beberapa kabupaten/kota di Sulsel masih menghadapi tantangan dalam tata kelola, dengan skor MCP yang lebih rendah.
Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman, menyatakan bahwa berbagai perbaikan telah dilakukan dalam hal pengelolaan anggaran dan pemberantasan korupsi, termasuk digitalisasi pengadaan barang dan jasa dan penguatan kemitraan pembangunan.
Dalam kesempatan yang sama, KPK memberikan penghargaan kepada beberapa pemerintah daerah di Sulsel yang berhasil mempertahankan nilai MCP tinggi, sebagai bentuk apresiasi atas komitmen mereka dalam tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan.(*)