Catatan Singkat Menuju Internasional Woman’s Day 2019

Minggu, 03 Maret 2019 | 15:14 Wita - Editor: Irwan AR -

Tenri Pada

Oleh: Tenri Pada

(Aktivis Perempuan/Pengurus Masika ICMI Sulsel)

Hari Perempuan Internasional dirayakan di berbagai negara setiap tanggal 8 Maret. Tak terkecuali di Indonesia. Perayaan ini merupakan bentuk apresiasi pencapaian perempuan di berbagai bidang, mulai dari politik hingga social.

Perayaan ini sebenarnya sebagai bentuk refleksi atas gerakan kesetaraan gender yang sampe hari ini masih banyak hal yang masih harus dilakukan, utamanya dibeberapa isu penting antara lain :

Pertama, masih tingginya kekerasan terhadap perempuan, baik itu kekerasan dalam rumah tangga maupun kekeran seksual, dan dominan faktor yang terjadi karena kuatnya kuasa patriarki, relasi kuasa antara pelaku dan korban, dan pelaku adalah orang-orang dekat yang dikenal korban.

Kedua, masih tingginya angka perkawinan anak, perkawinan anak juga sesuatu hal yang harus deseriusi, tingginya angka perkawinan anak merupakan hulu dari sejumlah permasalahan, mulai dari putus sekolah, menurunnya derajat kesehatan perempuan, kekerasan dalam rumah tangga, kematian ibu melahirkan, hingga gizi buruk (stunting).

Ketika seorang anak dinikahkan, maka sejak itu pula ia telah kehilangan haknya untuk mendapatkan pendidikan, kesempatan kerja dan hak untuk bertumbuh kembang. Semua kesempatannya hilang dan dia akan terjebak terus dalam kemiskinan. Faktanya orang tua menikahkan anak mereka karena persoalan ekonomi. Dengan menikahkan anak, orang tua merasa beban mereka berkurang karena jumlah anggota keluarga yang harus diberi makan ikut berkurang.

Ketiga, Keterwakilan perempuan dalam politik saat ini belum maksimal karena salah satunya disebabkan oleh stigma pemilih yang cenderung lebih percaya kepada politisi laki-laki daripada perempuan. Jika ada dua kandidat, satu laki-laki dan satu perempuan, dengan kualitas sama; maka pemilih sepertinya lebih percaya kepada kandidat laki-laki.

Keterwakilan perempuan di parlemen dapat menciptakan kultur-kultur pengambilan kebijakan publik yang ramah dan sensitif pada kepentingan perempuan, anak dan Disabilitas tanpa keterwakilan perempuan yang memadai kecenderungan untuk menempatkan kepentingan laki-laki sebagi pusat dari pemgambilan kebijakan akan sulit dibendung.

Kita berharap di tahun politik saat ini, kita memilih secara cerdas siapa wakil yang bisa memberikan solusi dari persoalan-persoalan serta kesenjangan yang terjadi.(*)


BACA JUGA