Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Program Bangga Kencana dalam upaya Percepatan Penurunan Stunting tahun 2023 di Ballroom Samalona, Swiss Belhotel Makassar, Selasa (21/02/2023)/ Ist

BKKBN Sulsel Target Angka Stunting Turun 14 Persen pada 2024

Rabu, 22 Februari 2023 | 19:03 Wita - Editor: Andi Nita Purnama - Reporter: Agung Eka - Gosulsel.com

MAKASSAR, GOSULSEL.COM – Perwakilan Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) menargetkan angka prevalensi stunting di tahun 2024 turun menjadi 14 persen. Hal tersebut disampaikan Kepala Perwakilan BKKBN Sulsel, Andi Ritamariani.

Andi Rita menyebutkan data Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) angka prevalensi stunting nasional mengalami penurunan sebesar 2,8 persen dari 24,4 persen tahun 2021 menjadi 21,6 persen ditahun 2022.

pt-vale-indonesia

“Angka stunting di sulsel turun berdasarkan data SSGI tahun 2022 turun hanya 0,2 persen, yang awalnya 27,2 persen menjadi 27,4 persen, hal ini menggambarkan butuh komitmen yang lebih kuat dan konvergensi lintas sektor untuk mencapai target 14 persen di tahun 2024,” harap Andi Ritamariani dalam laporannya pada Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Program Bangga Kencana dalam upaya Percepatan Penurunan Stunting tahun 2023 di Ballroom Samalona, Swiss Belhotel Makassar, Selasa (21/02/2023).

Ditambahkan dari 24 kabupaten kota, terdapat 11 kabupaten yang mengalami penurunan dan 12 mengalami kenaikan. Juga satu mengalami stagnan yakni kabupaten Gowa.

“Dari 24 kabupaten/kota, Barru menjadi kabupaten yang besar penurunannya di Sulsel dengan total mencapai 12,3 persen. Disusul Bone dengan 7,4 persen dan Palopo di urutan ketiga sebanyak 6,3 persen,” bebernya.

Andi Rita berharap, Rakerda ini menjadi wadah dalam memperkuat komitmen dan peran pemerintah daerah bersama mitra kerja BKKBN. Itu dalam meningkatkan akses dan kualitas layanan Program Bangga Kencana dalam rangka percepatan penurunan stunting di Sulawesi Selatan.

Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan (Lalitbang) BKKBN RI, Prof M. Rizal M Damanik mengatakan Rakerda ini merupakan tindaklanjut dari Rakernas Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting yang diselenggarakan tanggal 25 Januari 2023 di Jakarta.

Untuk mengentaskan stunting, BKKBN tidak dapat bekerja sendiri. Dibutuhkan komitmen dan dukungan yang kuat seluruh pihak ditingkat pusat, provinsi, kabupaten kota dalam pelaksanaan program dan kegiatan penanganan stunting.

“Mengatasi stunting tidak dapat dilakukan oleh satu orang saja, namun membutuhkan konvergensi antar sektor melalui pendekatan pentahelix yaitu melibatkan pemerintah daerah, masyarakat, akademisi lewat kajian-kajian ilmiah, dunia usaha dan media dalam penyebarluasan informasi stunting ini,” ujarnya.

Deputi Lalitbang BKKBN, Prof. Rizal berharap keterlibatan pihak swasta dalam penaganan stunting. Salah satunya melalui program CSR dengan memberikan bantuan kepada keluarga berisiko stunting.

“Keterlibatan pihak swasta juga kita harapkan melalui Program BAAS atau Bapak Asuh Anak Stunting, yang nantinya dapat memberikan bantuan makan bergizi bagi anak berisiko stunting, khususnya makanan yang kaya protein hewani,” ujar Prof. Rizal.

Salah satu bentuk inovasi penanganan stunting yang dilakukan BKKBN melalui pemberian makanan bergizi seimbang kepada keluarga resiko stunting dengan mengoptimalkan bahan pangan lokal lewat Program Dapur Sehat Atasi Stunting (DASHAT).

Dikatakan saat ini, BKKBN telah melakukan pembekalan dan orientasi pada Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari tenaga kesehatan, kader KB dan PKK terkait tugas pendampingan keluarga berisiko stunting meliputi penyuluhan fasilitasi pelayanan rujukan dan fasilitasi pemberian bantuan sosial.

“Pastikan Tim Pendamping Keluarga ini bekerja maksimal memberikan pendampingan kepada keluarga berisiko stunting dengan kelompok sasaran ibu hamil, ibu pasca persalinan, anak usia 0-59 bulan, serta semua calon pengantin dan pasangan usia subur sehingga upaya penurunan stunting dapat kita turunkan secara maksimal,” tutur Prof Rizal.

Selain itu TPK ini juga bertugas memastikan setiap calon pengantin tiga bulan sebelum menikah, calon memeriksakan kesehatannya untuk memastikan bahwa calon pengantin ini sehat. Sehingga, siap untuk menikah dan siap untuk hamil dengan menggunakan Aplikasi Elsimil.

Prof. Rizal menambahkan tantangan dalam implementasi konvergensi penanganan stunting yakni masih adanya ego sektoral pada perangkat OPD pemerintah. Dengan begitu, kolaborasi kegiatan belum berjalan maksimal

Staf Ahli Bidang Pemerintahan Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Mappatoba hadir membuka Rakerda ini menyatakan dukungan penuh dalam upaya percepatan penurunan Stunting di Sulsel. Ia menegaskan, menurunkan angka stunting dilakukan melalui konvergensi kegiatan lintas sektor, melalui kerja gotong royong.

“Dalam kerangka pendekatan Rencana Aksi agar mampu menajamkan seluruh kegiatan percepatan penurunan stunting yang dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan pemerintah desa dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan intervensi gizi, pendekatan multisektor dan multi pihak, serta pendekatan berbasis keluarga risiko stunting,” ujar Mappatoba.

Selain itu, perlu penguatan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di seluruh tingkatan wilayah agar proses koordinasi lebih efektif melalui Pendampingan terpadu, koordinasi provinsi, satgas, dan lainnya.

“Pengembangan manajemen satu data menjadi landasan kita dalam melihat perkembangan pelaksanaan Program Percepatan Penurunan Stunting, serta menjadi rujukan dalam perencanaan dan penganggaran kegiatan,” tutupnya.

Dalam kegiatan ini dilakukan penandatangan perjanjian kerjasama antara BKKBN Sulsel dan Perguruan Tinggi Mega Rezky dan Universitas Patompo Makassar. Itu terkait Kolaborasi dalam Percepatan Penurunan Stunting, Pameran Menu Dashat dan Produk Kelompok UPPKA.

Rakerda ini menghadirkan peserta Wakil Bupati/Walikota selaku Ketua TPPS Kabupaten/Kota, Kepala Dinas PMD, Kepala Bappelitbangda, Kepala OPD-KB Kabupaten/Kota dan mitra kerja tingkat provinsi serta instansi vertikal lainnya.

Sekadar diketahui, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar.(*)


BACA JUGA