Novel silat karya Kho Ping Hoo yang dulu bisa didapatkan juga di toko buku Palopo Ilmu. (Foto: kratonpedia.com).

Palopo Ilmu, Cerita Sebelum Gramedia Hadir

Senin, 28 September 2015 | 15:02 Wita - Editor: Nilam Indahsari -

Halaman 1

Makassar, GoSulsel.com – Tiga puluh tiga tahun lalu tepatnya 16 Agustus 1982, sebuah toko buku didirikan di Makassar. Namanya Palopo Ilmu. Pendirinya adalah seorang pecinta buku komik silat bernama Abdul Asis. Sebab itu, toko buku ini dulu dikenal sebagai salah satu tempat untuk mendapatkan karya-karya penulis cerita silat Asmaraman Sukowati Kho Ping Hoo.

“Suami saya mendirikan toko buku ini karena kegemarannya membaca buku, khususnya buku komik. Tapi bukan karena suka bermain silat tapi karena senang saja membaca buku komik yang bertemakan silat,” tutur Nurhana dengan seulas senyum, istri si pecinta komik itu.

pt-vale-indonesia

Baru berdiri selama 2 bulan, Asis pun sudah berani membuka cabang di 2 daerah lain di Sulawesi Selatan. Kedua daerah itu adalah Pare-Pare dan Maros. Namun dengan nama yang berbeda.

“Di Maros dan Pare-Pare namanya Luwu Ilmu,” ungkap Nurhana kepada GoSulsel.com, Kamis (27/08).

Awalnya, Palopo Ilmu adalah pusat distributor buku yang paling laris dan banyak digemari oleh para penggemar buku. Mulai dari buku-buku pelajaran sekolah dari jenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah atas, kamus, komik, majalah, sampai buku buku kuliah.

Halaman 2

“Bahkan toko buku sekelas Dunia Ilmu dan Arena Ilmu di Makassar yang dulu juga dipadati penggemar buku sering sekali mengambil buku di sini,” kisah Nurhana ketika ditemui di toko buku tua ini.

Saat masih jaya, toko buku ini memiliki banyak karyawan. Terlebih tatkala permintaan buku-buku dari sekolah yang begitu mendesak dan masih banyak lagi kebutuhan bacaan pelanggan lain.

“Di sini kami pernah mempekerjakan sampai 17 orang karyawan yang sebagian besar adalah warga di sekitar Jalan Pongtiku,” kenang Nurhana.

Buku-buku di toko ini didatangkan langsung dari Klaten, Jawa Tengah. Adapun penerbit yang bukunya banyak dipajang di toko ini antara lain Airlangga, 3 Serangkai, dan Pustaka Intan.

Namun, ternyata sejarah tak selalu memihak pada toko buku di sudut Jalan Pongtiku dan Jalan Cumi-Cumi ini. Seiring berjalannya waktu, toko-toko buku di Makassar kian bertambah dan mengikis popularitas Palopo Ilmu. Terlebih setelah Gramedia masuk di Makassar pada Oktober 1998.

Halaman 3

Nurhana juga menambahkan, sejak buku tidak diambil lagi dari penerbit, semakin lama jenis buku-buku yang sebelumnya banyak, kini mulai berkurang. Ditambah dengan kematian suaminya.

Kini Nurhana mengelola Palopo Ilmu ditemani oleh ketiga anaknya. Masing-masing dari mereka pun membagi tugas. Seorang dari mereka bertugas membersihkan buku-buku lama yang sudah mulai usang dan berdebu setiap hari, sedangkan 2 yang lain menjaga pelanggan toko.

Pelanggan saat ini pun tidak ramai lagi seperti dulu. Keuntungan yang didapat juga tidak seberapa. Terkadang juga ada yang datang tapi biasanya yang dicari hanya perlengkapan sekolah seperti buku gambar, pensil warna, kamus, dan kitab suci.

“Karena yang tersisa dan masih dijual di sini tinggal yang umum saja,” pungkas Nurhana.

Reporter: Sahrul Ramadhan – GoSulsel.com