#Retrospeksi Firman Djamil
Berkenalan dengan Firman Djamil, Sebuah Catatan Kuratorial
Halaman 1
Makassar, GoSulsel.com – Tatapan matanya lurus, pakaian yang dikenakan mirip busana ibu-ibu di kampung yang sudah pernah menunaikan ibadah haji, lengkap dengan kalung dengan permata yang besar. Busana seperti ini biasanya dikenakan untuk menunjukkan status sosial ketika ada pesta perkawinan atau hajatan lain di kampung. Jauh dari kesan islami, yang ada adalah kesan glamor dan mewah.
Lukisan cat air di atas kertas ini ini adalah salah satu karya awal Firman Djamil. Sesuai penuturannya, dibuat bahkan sebelum beliau kuliah. Karya ini adalah karya pesanan.
Pada karya lain tampak sketsa potret diri menggunakan pensil arang dalam beragam mimik, dengan liukan garis yang tegas dan spontan.
“Karya-karya ini dibuat sebagai sentilan pada dosen yang mengajar di saat itu, makanya dibuat dalam beberapa mimik yang lucu,” kata Firman Djamil.
Halaman 2
Ada juga karya serial berupa penari pakarena dengan tarikan garis yang spontan dan minimalis, tapi mampu menangkap esensi objek yang diamati.
Dalam pameran ini, kita bisa melakukan napak tilas bagaimana seorang Firman Djamil memulai perjalanan berkeseniannya. Meski pernah menjalani pendidikan formal di IKIP Ujungpandang, sesungguhnya bakat Firman Djamil sudah mulai terlihat sejak kecil. Tak mengherankan pada karya yang dideskripsikan di awal, seorang Firman Djamil menunjukkan kemampuan melukis yang handal meskipun masih menjalani pendidikan di sekolah menengah.
Karya-karya sketsa Firman Djamil sangat beragam, mulai dari masa ketika beliau menjalani perkuliahan di Jurusan Pendidikan Seni Rupa IKIP Ujungpandang (sekarang UNM Makassar). Juga masa-masa beliau mengelola pasar seni di kawasan benteng Somba Opu, masa mengajar di perbatasan Toraja–Mamasa, hingga sketsa-sketsa dekade awal tahun 2000-an. Pembagian fase berkarya ini dapat ditelusuri dari keterangan objek yang ditampilkan, juga tahun pembuatan.
Sebagai pembuka, karya-karya yang ditampilkan dalam pameran ini adalah fase awal ketika seorang Firman Djamil jadi mahasiswa, pertengahan dekade ’80-an. Dalam karya-karya ini, kita bisa melihat seorang Firman Djamil berlatih menguasai kemampuan dasar seni rupa seperti garis, bentuk, anatomi, gesture, gelap terang, warna, dan lain-lain.
Halaman 3
Kita akan melihat karya-karya Firman Djamil yang ringan dan tak berupaya menyampaikan makna yang terlalu rumit untuk dipahami. Bisa jadi karena karya-karya ini hanya berupa sketsa. Tujuannya untuk mengisi waktu, latihan menggambar, atau sebagai dasar untuk membuat karya yang lain.
Pameran ini ingin menunjukkan bahwa seorang perupa tak dilahirkan melalui proses yang serba instan. Di dalamnya ada ketekunan, disipilin, dan ketelatenan untuk terus melatih kemampuan dalam berkarya seni rupa. Melalui pameran ini pula, ditegaskan bahwa sketsa sesederhana apapun, penting untuk dicatat, disimpan, dan menjadi sebuah karya tersendiri. Terutama untuk mengungkap proses berkarya seorang seniman.
Lebih jauh, mengamati karya-karya sketsa dan drawing Firman Djamil sama saja dengan merangkai kepingan-kepingan besar seni rupa Sulawesi Selatan. Menelusuri ratusan sketsa dan drawing Firman Djamil tak hanya menampilkan sejarah perjalanan berkarya beliau. Tapi lebih dari itu, melalui karya-karya ini, kita bisa mengumpulkan potongan-potongan seni rupa yang mungkin tak sempat tercatat dalam perjalanan seni rupa di wilayah ini.(*)
Nur Abdiansyah – Kurator Retrospeksi Firman Djamil: The Beginning