Koordinator FIK Ornop Nilai Pemkot Tak Punya Mekanisme Transparansi
Halaman 1
Makassar, GoSulsel.com – Asram Jaya selaku Koordinator FIK Ornop (Forum Informasi dan Komunikasi Organisasi Non Pemerintahan) mengungkapkan, bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar tidak memiliki mekanisme transparansi anggaran dalam pemetaan alokasi anggaran.
“Hampir kami tidak menemukan mekanisme transparansi anggaran, belum ada mekanisme yang dibuat oleh pemerintah kota seperti kalau kita bicara soal smart city seperti di Surabaya, orang daftar KTP bisa secara online itu pembayarannya jelas. Selain itu, soal pajak perhotelan yang dijanjikan elektronik budgeting dari sisi penerimaan pajak dan retribusi tapi itu tidak dibangun transparansi,” jelas Asram saat diwawancarai di kantornya, Kompleks Maisonette, Selasa (17/11/2015).
Asram juga menuntut mekanisme pelayanan yang dilakukan Pemkot.
“Padahal itu semua pelayanan itu bisa dilakukan secara online. Itu saja belum dibuat mekanismenya, termasuk dana 2 miliar per kelurahan. Kami khawatir tidak dibackup dengan baik yang akhirnya jadi sia-sia dan tidak efektif menjawab kebutuhan warga Kota Makassar. Nilai itu besar sekali. Padahal kan kelurahan tidak mungkin mengerjakan infrastruktur seperti drainase yang saat ini mendesak masuk musim penghujan,” ujar Asram.
Lebih lanjut, ia mencontohkan lagi masalah transparansi pada pengelolaan program tempat sampah.
Halaman 2
“Lucu juga kalau 2 miliar merata untuk setiap kelurahan, tanpa mempertimbangkan luas wilayah dan jumlah penduduk. Anggaran 2 miliar yang hanya untuk gaji dan program padat karya itu tidak jelas. Misalnya pelayanan publik dasar seperti administrasi kependudukan dan persampahan harusnya jadi prioritas. Harusnya ada mekanisme pertanggungjawaban dari anggaran itu. Contoh program tempat sampah yang gendang 2 itu anggarannya lebih dua miliar tapi tidak jelas juga,” jelasnya.
Selain masalah transparansi, Asram juga menyoroti rencana kenaikan gaji lurah sebesar Rp 1 juta di tahun 2016 mendatang.
“Harus melihat kontribusi dan dampak dari kinerja di tingkat kelurahan, pemberian intensif tambahan gaji lurah harusnya melihat itu supaya mereka tidak seenaknya saja, yang mau berprestasi dan tidak mau kerja,” ungkapnya.
Hal senada disampaikan pula oleh Direktur Riset ACC Sulawesi, Wiwin Suwandi.
“Pemkot tidak memiliki sistem transparansi, soal alokasi dana 2 miliar per kelurahan itu tidak bisa dinilai besar atau kecil yang terpenting itu untuk apa dana tersebut, digunakan untuk apa” ujarnya, saat dihubungi.(*)